Design Thinking untuk Menghasilkan Inovasi Sosial

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Rabu, 31 Jan 2018 17:55 WIB
Ingin bertahan di tengah gempuran zaman, design thinking mungkin bisa jadi solusimu. Kenali lebih dekat yuk.
Ilustrasi (Foto: Pixabay/niekverlaan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di masa yang akan datang, beberapa pekerjaan akan mulai hilang. Dosen sudah tidak lagi ada, dan perannya pun berubah menjadi pendidik. Akuntan akan hilang, digantikan oleh digital dan personal-input based. Bankir tidak lagi dibutuhkan. Dokter bedah hilang digantikan oleh robot yang dikembangkan silicon valley. Maka perlu ada persiapan dalam menghadapi masa depan.

Tapi tak semua hilang, malah justru akan bertahan terus. Tahukah kamu, setidaknya ada empat tipe orang yang akan selalu bertahan sepanjang masa:

1. Pemimpin yang kreatif
2. Design Thinker
3. Local Enabler
4. Wirausahawan

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu komunitas di Jatinangor, The Local Enablers, bergerak di bidang sociopenterprise berusaha menciptakan orang-orang tersebut melalui metode Design Thinking. Salah satu cetakan TLE (The Local Enablers) yang cukup sukses adalah Yourgood, kini sudah menghasilkan omzet puluhan juta melalui pemberdayaan penduduk desa di daerah Cimahi untuk dapat mengolah susu sapi menjadi yogurt yang memiliki nilai tambah berlipat yang secara langsung menerapkan design thinking.

Design Thinking merupakan sebuah tool yang mempertemukan ide berbagai disiplin ilmu sehingga menghasilkan inovasi sosial yang kreatif. Metode ini sangat memperhatikan manusia (human centric) sehingga dibutuhkan rasa empati yang kuat untuk memberikan solusi dalam suatu lingkungan. Design Thinking melakukan pendekatan secara holistic (menyeluruh) oleh karenanya dibutuhkan berbagai sudut pandang dari berbagai disiplin ilmu sehingga dapat menghasilkan wawasan mendalam yang baru.

Design Thinking merupakan penggabungan antara pemikiran analitik dan pemikiran intuitif (beririsan mejadi design thinking). Di generasi milenial, intuitive thinking tidak terlatih dengan baik maka otak kanan itu harus dilatih.

Misalnya memasukkan seni dalam penerapan bisnis (business & art), menggabungkan intuisi dan logika (intuition & logic), mempertajam eksekusi dalam setiap konsep perencanaan (concept & execution), mengerjakan suatu hal secara terstruktur dan fleksibel (structure & chaos), dan sebagainya. Hal ini disebut dengan Mental Model, yaitu menganalisa sistem berpikir orang tersebut. Caranya adalah dengan cara switching sudut pandang pada segala kondisi yang diperlukan, ini membutuhkan latihan.

Design Thinking menjaga fokus pada manusia dan kebutuhan manusia itu sendiri. Tool ini mencoba menyadari keterlibatan antara kreativitas dan logika. Dengan menggunakan Design Thinking, kita dapat menjadikan kesalahan sebagai cara yang baik untuk belajar (good way to learn). Yang terakhir, metode ini menjadikan kita terbiasa berkolaborasi dengan orang-orang ‘gila’ untuk menghasilkan karya yang ‘gila' (crazy collaborative).

Dalam penerapannya, TLE membaginya dalam 7 (tujuh) tahap Design Thinking, yaitu:
1. Observe
2. Synthesize
3. Brainstorming
4. Vote
5. Prototyping
6. Storytelling
7. Innovation

Pada tahap-tahap di atas, tahap observe merupakan tahap tersulit karena di tahap ini kita membutuhkan banyak sudut pandang, data, ilmu, dan kesabaran yang luar biasa.

Belajar dari BlueBird
BlueBird merupakan contoh yang baik mengenai sebuah perusaahan besar yang dibangun dengan baik namun dipaksa survive di tengah perkembangan zaman. Dengan ribuan armada dan pegawai yang sudah tidak muda, BlueBird mengalami kesulitan untuk berubah karena untuk entitas yang sudah tua seperti BlueBird banyak hal yang menghambat.

Layaknya perahu kecil yang mudah berbelok para pesaing BlueBird dengan mudahnya menyusul, namun tidak bagi kapal besar yang ketika kemudi kapal diputar tikungannya baru akan terlihat di sudut yang jauh. Hal ini digambarkan oleh BlueBird melalui iklannya menggunakan metode Design Thinking. BlueBird berhasil membuat gimmification. (dapat diakses di Youtube: https://youtu.be/3MWqtUTySKU )

Dewasa ini, orang-orang dengan mudah menganggap bahwa yang dilakukan Gojek & Grab adalah hal yang sangat baik dibandingkan yang dilakukan oleh BlueBird. Tapi ternyata berdasarkan penelitian, indeks kebahagian para driver perusahaan-perusahaan tersebut lebih rendah dibanding BlueBird.

Hal ini membuktikan bahwa tidak semua hal yang kuantifikasinya terlihat lebih baik adalah yang terbaik. Gojek dan Grab membeli masa depan dengan kekuatan modalnya, sedangkan BlueBird membeli dengan inovasi sosial bagi driver.

Layaknya Google yang telah menggratiskan penggunaan email, Grab dan Gojek membeli masa depan melalui tarif yang murah kepada para pelanggannya. Sekarang mereka membeli dengan memberi bonus yang lebih besar dari pemasukan driver itu sendiri.

BlueBird bukannya tidak mengikuti perkembangan teknologi, tetapi dia kalah dengan para venture capital yang teknologinya berkembang secara eksponensial. BlueBird tidak dapat bertanding dengan modal yang besar tersebut, sehingga ia mengaturnya dengan menggunakan Design Thinking untuk inovasi sosial perusahaannya.

Hal yang sama dilakukan oleh BukaLapak yang bertanding dengan Tokopedia. BukaLapak adalah satu-satunya marketplace yang mempertahankan idealismenya yaitu sebagai “Karya Anak Bangsa”, bukan milik venture capital asing. Ia menggunakan Design Thinking, dan hasilnya komitmen pelanggan bertumbuh sekitar 1 persen per hari.

Contoh-contoh di atas adalah sebagai gambaran mengenai penerapan Design Thinking dalam inovasi sosial. Untuk mempelajari Design Thinking lebih lanjut kamu bisa berkunjung ke Rumah Kolaborasi (TLE Office) di Jatinangor, di sana kamu bisa berkolaborasi atau menghasilkan ide-ide baru untuk inovasi sosial ataupun inovasi bisnismu dengan menggunakan metode Design Thinking.

Source:
Dialog Tokoh Rumah Kepemimpinan bersama Dwi Indra Purnomo, Founder of TLE (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER