Jakarta, CNN Indonesia -- Saat ini sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang sedang berkembang dengan pesat. Baik itu wisata alam, kuliner, seni, maupun budaya semuanya laris manis terutama di kalangan anak muda.
Sayangnya sebagian besar ketertarikan wisatawan muda pada wisata seni budaya biasanya hanya sebatas tertarik pada spot-spot yang menarik untuk berfoto ria. Sangat jarang ada wisatawan dalam negeri yang tertarik mendengarkan penjelasan tour guide mengenai tempat wisata tersebut.
Namun kenyataan tersebut tidak lantas menyurutkan niat pemerintah khususnya pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melestarikan cagar budaya dan warisan budaya. Berbagai cara ditempuh oleh pemerintah untuk setidaknya memperkenal dahulu cagar budaya maupun warisan budaya pada masyarakat. Apalagi sejak adanya Perda DIY Nomor 6 Tahun 2012 mengenai Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya, pemerintah semakin aktif untuk mendorong pelestariannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didukung Berbagai PihakSejak semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi Yogyakarta, pemerintah mulai membenahi pariwisata di Yogyakarta. Beberapa cagar budaya dipugar agar semakin terlihat menarik, penambahan jumlah tour guide baik untuk wisatawan local maupun mancanegara, hingga membuka tempat-tempat wisata baru. Beruntung tidak hanya pemerintah saja yang berjuang melestarikan cagar budaya dan warisan budaya (CBWB) di Yogyakarta.
Selain Dinas Kebudayaan DIY yang beberapa kali menyelenggaran Travel Heritage, ada juga Jogja Walking Association yang sudah menyelenggarakan Jogja International Heritage Walk (JIHW) sejak 9 tahun silam. Dan yang paling baru ialah Jogjakarta Pedal Festival yang digelar oleh Panitia Hadeging Kadipaten Pakualaman ke-221.
Munculnya berbagai kegiatan seperti travel heritage secara tidak langsung ikut mendukung proses pelestarian cagar budaya dan warisan budaya, terutama bila cagar budaya yang “dilewati” tidak terlalu populer di mata masyarakat. Apalagi kegiatan-kegiatan tersebut terbukti menarik banyak peminat baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara. Tentunya akan lebih baik apabila kegiatan tersebut rutin dilakukan dan memiliki waktu pelaksanaan yang tidak terlalu berdekatan. Dengan begitu wisatawan tidak perlu merasa bimbang ingin mengikuti kegiatan yang mana.
Selain kegiatan seperti travel heritage, ada pula berbagai macam festival-festival yang ikut melestarikan warisan budaya. Sebut saja Sekaten, Festival Kesenian Yogyakarta, ArtJog, Festival Gamelan Yogyakarta, maupun Wayang Jogja Night Carnival.
Meskipun sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini Sekaten lebih dilihat sebagai transaksi bisnis dan bukan lagi sebagai suatu budaya menyambut Maulid Nabi. Mungkin hal ini dapat menjadi suatu catatan khusus bagi pemerintah maupun pihak-pihak yang terlibat. Supaya nantinya substansi dari Sekaten tidak hilang begitu saja dan digantikan oleh komersialisme.
Festival-festival semacam ini terkadang memang terlihat sepele dan tidak ada hubungannya dengan warisan budaya apalagi cagar budaya. Namun justru dari situlah dapat muncul pemahaman mengenai cagar budaya yang menjadi tempat diselenggarakan festival ataupun hal-hal yang menjadi substansi dari festival tersebut.
Selain itu pengemasan yang menarik seperti melalui festival tentunya akan lebih diminati oleh kalangan muda. Sehingga pesan budaya yang ingin disampaikan dan diterima oleh kalangan muda tanpa merasa sedang dikuliahi atau diceramahi.
Membantu Provinsi LainMeskipun masih belum sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan Pemda DIY melalui Travel Heritage kerap membantu tempat lain untuk melestarikan cagar budaya dan warisan budaya. Seperti yang belum lama ini terlaksana melalui Travel Heritage 2017 Tanjungpinang di Kepulauan Riau khususnya Tanjungpinang. Dengan adanya kegiatan seperti Travel Heritage ini, Pemda DIY dapat menyebarkan pencapaian dalam pelestarian CBWB serta mendorong provinsi lain untuk mengikuti jejaknya.
Selain dapat memotivasi provinsi lain untuk melakan hal yang serupa, kegiatan seperti ini juga dapat menjadi ajang pembelajaran bagi Pemda DIY. Pemerintah dapat melihat dan mempelajari bagaimana cara provinsi lain melestarikan CBWB mereka, jika mereka memang sudah memulai pelestarian CBWB. Jika belum, masih ada kemungkinan Pemda mendapatkan ide-ide menarik saat berdiskusi atau jelajah heritage di tempat tersebut.
(ded/ded)