Cerita sejarah adalah cerita atau narasi yang memaparkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di masa lampau. Struktur cerita terdiri atas orientasi, rangkaian kejadian, komplikasi, dan resolusi seperti dikutip dari buku Explore Bahasa Indonesia Jilid 3 untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII.
Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita sejarah yakni moral, sosial, budaya, agama, kebangsaan (nasionalisme), dan pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini penjelasan mengenai apa itu cerita sejarah, struktur, ciri-ciri, dan contohnya yang dihimpun dari berbagai sumber.
Menurut penjelasan dalam Modul Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020), cerita sejarah merupakan teks yang menjelaskan dan menceritakan tentang fakta serta kejadian di masa lampau yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa bernilai sejarah.
Ditambahkan dari buku Cara Cepat Menguasai Bahasa Indonesia SMA dan MA Rangkuman Bahasa Indonesia SMA MA SBMPTN (2019), teks sejarah dibedakan menjadi dua jenis, yakni teks sejarah fiksi dan teks cerita sejarah nonfiksi.
Teks cerita sejarah fiksi adalah cerita sejarah yang tidak nyata, tetapi jalan ceritanya disusun berdasarkan kisah dari dunia nyata dan disajikan berdasarkan sudut pandang pengarangnya.
Karakter tokoh yang terdapat pada cerita tidak digambarkan sepenuhnya. Contoh jenis-jenis cerita sejarah fiksi adalah novel, cerpen, dan legenda.
Sementara teks cerita sejarah nonfiksi adalah cerita sejarah yang benar-benar pernah terjadi atau nyata. Jenis-jenis cerita sejarah nonfiksi adalah biografi, autobiografi, cerita perjalanan, dan catatan sejarah.
Berikut ini ciri-ciri cerita sejarah.
Struktur cerita terdiri atas orientasi, rangkaian kejadian, komplikasi, dan resolusi. Berikut penjelasannya.
1. Orientasi
Orientasi atau eksposisi adalah teks yang berisi pengenalan situasi cerita. Biasanya memuat latar belakang waktu, tempat, maupun lokasi dan awal mula terjadinya suatu peristiwa.
2. Rangkaian peristiwa
Rangkaian peristiwa mengungkapkan kejadian awal yang memicu terjadinya masalah, pertentangan, atau kesukaran bagi tokoh utama.
3. Komplikasi
Komplikasi atau disebut juga konflik (rising action), ditandai dengan meningkatnya intensitas masalah yang terjadi.
Kemudian puncak konflik, yakni bagian paling menegangkan, mendebarkan, dan menghebohkan dari masalah para tokoh.
4. Resolusi
Struktur cerita sejarah diakhiri dengan penyelesaian atau resolusi. Hal ini sekaligus menandai akhir dari cerita, ketika seluruh konflik terselesaikan.
Untuk dapat memahami struktur cerita sejarah, perhatikan contoh cerita sejarah berikut ini sesuai strukturnya.
1. Orientasi
Perang Padri adalah perang yang terjadi di Sumatra Barat, tepatnya di Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838.
Perang ini dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yang dijuluki Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh masyarakat Minangkabau yang disebut Kaum Adat.
Kaum Adat kerap melakukan kebiasaan-kebiasaan seperti meminum minuman keras, berjudi, menyabung ayam, dan mempraktikkan hukum adat matriarkat mengenai warisan.
Tidak ada upaya dari Kaum Adat yang telah memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan dari Kaum Padri.
2. Rangkaian peristiwa
Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh Harima Nan Salapan, sedangkan Kaum Ada dipimpin oleh Yang Dipertuan Pagaruyung, yakni Sultan Arifin Muningsyah.
Kaum Adat yang mulai terdesak meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821. Pada 4 Maret 1822, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Antoine Theodore Raaff berhasil mengusir Kaum Padri dari Pagaruyung.
Kemudian Belanda mendirikan benteng pertahanan di Batusangkat dengan nama Fort van der Capellen. Sementara itu, Kaum Padri menyusun kekuatan dan pertahanan di Lintau.
Pada 13 April 1832, Pasukan Raaff mencoba menyerang daerah Lintau tetapi digagalkan oleh Kaum Padri. Pasukan Raaff kembali ke Batusangkar. Pada 14 April 1824, Letnan Kolonel Raff tewas setelah mengalami demam tinggi.
Perlawanan yang dilakukan oleh Kaum Padri cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya.
Belanda melalui residennya di Padang mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai dengan maklumat "Perjanjian Masang" pada 15 November 1825.
Pada saat bersamaan, Pemerintah Hindia juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di Eropa dan Jawa, seperti Perang Diponegoro.
Selama periode gencatan senjata, Tuanku Imam Bonjol mencoba memulihkan kekuatan dan merangkul kembali Kaum Adat. Akhirnya tercapai suatu kesepakatan yang dikenal dengan nama "Plakat Puncak Pato" di Bukit Marapalam, Kabupaten Tanah Datar.
Kemudian diwujudkan konsensus bersama Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang artinya adat Minangkabau berlandaskan pada agama Islam, dan Islam berlandaskan pada Al Quran.
Setelah berakhirnya Perang Diponegoro dan pulihnya kekuatan Belanda di Jawa, Pemerintah Hindia Belanda kembali mencoba untuk menundukkan Kaum Padri.
Hal ini didasari oleh keinginan kuat untuk menguasai penanaman kopi yang sedang meluas di kawasan pedalaman Miangkabau (Darek). Sampai abad ke-19, komoditas perdagangan kopi merupakan salah satu produk andalan Belanda di Eropa.
3. Komplikasi
Untuk melemahkan kekuatan lawan, Belanja melanggar perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dengan menyerang nagari Pandai Sikek yang merupakan salah satu kawasan yang mampu memproduksi mesiu dan senjata api.
Kemudian untuk memperkuat kedudukannya, Belanda membangun benteng di Bukittinggi yang dikenal dengan nama Fort de Kock. Pada awal bulan Agustus 1831, daerah Linatu berhasil ditaklukkan sehingga Luhak Tanah Datar berada di bawah kendali Belanda.
Sejak tahun 1833, mulai muncul kompromi antara Kaum Adat dan Kaum Padri. Pada 11 Januari 1833, beberapa kubu pertahanan Belanda diserang secara mendadak.
Belanda pun menyadari kini tidak hanya menghadapi Kaum Padri tapi juga seluruh masyarakat Minangkabau, termasuk Kaum Adat.
Belanda lalu merancang strategi dalam menghadapi masyarakat Minangkabau. Pada 16 Agustus 1837, Benteng Bonjol secara keseluruhan dapat ditaklukkan oleh belanda yang dipimpin oleh Frans David Cochius.
Namun, Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya berhasil selamat dari serbuan pasukan Belanda. Belanda lalu meminta diadakan perundingan dengan Tuanku Imam Bonjol dengan syarat tidak membawa senjata.
Akan tetapi hal itu merupakan jebakan Belanda untuk mengangkat Tuanku Imam Bonjol. Belanda mengasingkan Tuanku Imam Bonjol ke Manado hingga meninggal dunia pada 1864.
4. Resolusi
Awalnya, Perang Padri adalah perang saudara sehingga mengakibatkan perpecahan dan memberi kesempatan kepada Belanda untuk melakukan ekspansi wilayah jajahannya.
Akan tetapi, peristiwa Perang Padri menimbulkan kesadaran tentang pentingnya persatuan. Dengan persatuan, Belanda sempat kewalahan dalam menghadapi rakyat Minangkabau yang telah bersatu.
Belanda juga membutuhkan waktu yang lama untuk menaklukkan Benteng Bonjol.
Demikian penjelasan lengkap mengenai struktur cerita sejarah dan cirinya. Semoga bermanfaat.
(han/juh)