Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Suryo Bambang Sulisto menilai Indonesia belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015.
"Indonesia dapat dikatakan belum melakukan persiapan apapun dalam menghadapi MEA," ujar Suryo di Jakarta, Kamis (11/9).
Tingkat kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015 menurutnya perlu dipercepat. Masih banyak kebijakan yang tidak harmonis antara Pemerintah Pusat dengan Daerah.
Integrasi perekonomian nasional menurut dia juga perlu dibangun. Contoh konkritnya yakni sistem Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai sarana integrasi produk dalam negeri yang dinilainya masih belum memadai. "Menjelang 2015 perlu ada prubahan kebijakan ekonomi Indonesia yang struktural," kata Suryo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketidaksiapan Indonesia menghadapi MEA juga diungkapkan Ahmad Erani Yustika, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Erani menilai sangat berat bagi industri dan tenaga kerja Indonesia untuk bisa berkompetisi karena belum ada upaya yang sistematis dari Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan daya saing. “Perlu tindakan agresif dari pemerintah guna meningkatkan daya saing seluruh pelaku ekonomi di semua sektor. Antara lain, membangun infrastruktur dasar, membenahi aturan perizinan, menjamin pasokan energi, peningkatan inovasi dan penguasaan teknologi, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia,” ujarnya.
CNN Indonesia mencatat, salah satu instansi pemerintah yang telah melakukan persiapan cukup baik jelang MEA adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu pernah menjelaskan sejak tahun 2010 instansinya telah menerbitkan sertifikat sumber daya manusia yang bekerja di industri pariwisata. “Sekitar 60.000 tenaga kerja di industri pariwisata telah menerima sertifikasi. Mulai dari yang berprofesi bartender, pemandu wisata, dan sebagainya,” ujar Mari Pangestu beberapa waktu lalu.
Menurutnya hal itu sejalan dengan Mutual Recognition Agreement (MRA) on Tourism Professionals yang menetapkan 32 standar profesi di industri pariwisata. Perjanjian ini dilakukan agar seluruh SDM di Asean memiliki standar yang sama.