Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu dampak dari terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bagi keuangan negara adalah, naiknya jumlah utang luar negeri akibat keharusan pemerintah membayar selisih kurs. Untuk menghindari tambahan beban tersebut, Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyetujui dilakukannya lindung nilai (hedging) terhadap utang luar negeri Indonesia.
Hal tersebut menjadi salah satu pembahasan rapat koordinasi Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan BPK untuk menindaklanjuti temuan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. BPK menemukan adanya kenaikan utang luar negeri pada 2012 senilai Rp 1,98 triliun menjadi Rp 2,37 triliun. Naiknya jumlah utang yang harus dibayarkan pemerintah merupakan selisih kurs akibat pelemahan rupiah.
"Dengan adanya kebijakan hedging, jika terjadi kelebihan biaya bukanlah kerugian negara," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Keuangan Chatib Basri menilai upaya melakukan hedging terhadap nilai tukar sangatlah penting mengingat pada 2015 mendatang risiko utang Indonesia kemungkinan akan bertambah besar akibat kebijakan normalisasi The Fed.
"Nilai tukar beberapa akhir tahun saja sudah menembus Rp 11.900, bayangkan jika The Fed melakukan normalisasi. Akan terjadi pinjaman valas dan pasar valas akan tergerus sehingga BI akan mengalami kesulitan," ujar Chatib. Dia bahkan menyarankan agar hedging oleh BUMN juga dilakukan karena begitu banyaknya transaksi yang dilakukan oleh BUMN menggunakan mata uang asing, terutama yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero).
Menteri BUMN Dahlan Iskan juga dijadwalkan menghadiri rapat koordinasi yang dipimpin oleh Ketua BPK Rizal Djalil tersebut. Namun hingga rapat berlangsung Dahlan tidak kunjung datang. "Sudah beberapa kali rapat ini digelar tapi pihak yang memiliki kepentingan tidak pernah hadir," ujar Rizal.