Sulitnya Memotong Mata Rantai Bisnis MMM

CNN Indonesia
Kamis, 25 Sep 2014 16:02 WIB
Bisnis MMM menimbulkan keresahan karena sudah ada yang tertipu. Tapi untuk menutupnya tak semudah membalik telapak tangan. Mengapa?
Il
Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berkordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Kementerian Perdagangan untuk memberantas rantai bisnis MMM. Pemerintah dan otoritas akan menghadapi dilema dalam menutup mata rantai tersebut karena minimnya landasan hukum.

MMM yang kini dikenal dengan sebutan Long Live MMM (LLMMM) mulai diawasi secara ketat menyusul banyaknya pengaduan yang masuk ke call center OJK. "Masalahnya, MMM ini sudah sangat pintar. Peraturan dari sisi OJK, Menkominfo, dan Mendag, tidak ada yang bisa kena ke bisnis itu," kata Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Luthfy Zain Fuady kepada CNN Indonesia di Jakarta, Kamis (25/9).

MMM atau Manusia Membantu Manusia merupakan arisan berantai yang marak melalui jaringan internet. Dalam website-nya, MMM menyatakan sudah memiliki 35 juta peserta dalam 1 tahun 6 bulan dan telah berkembang pesat di 64 negara di dunia. MMM adalah singkatan dari Mavrodi Mondial Money Box. MMM bukan bisnis investasi, multi level marketing, bukan Bank, dan tidak ada yang menjadi bos dalam rantaian tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MMM hanya sebuah komunitas sosial, di mana para anggotanya mau saling memberikan bantuan secara sukarela dan sadar tanpa paksaan kepada anggota lain yang membutuhkan. MMM diklaim sebagai sistem keuangan generasi baru, yang bertujuan mensejahterakan seluruh anggotanya secara adil dan untuk kepentingan bersama. MMM siap memberikan imbal hasil hingga 30 persen perbulan, jauh lebih tinggi dari apa yang diperoleh nasabah bank dari deposito yang rata-rata hanya memberikan bunga 8-10 persen per bulan.

Menurut Luthfy, jumlah peserta MMM saat ini mencapai 35 juta peserta. Dana yang terkumpul dari arisan itu diperkirakan sedikitnya Rp 35 miliar. Jumlah itu berdasarkan perhitungan iuran minimum peserta Rp 100 ribu dan maksimum Rp 10 juta. "Pengaduan yang kami terima, paling besar mereka rugi Rp 5 juta, tapi jumlahnya cukup banyak," ucap dia.

OJK, kata dia, tidak bisa memastikan berapa besar kerugian masyarakat yang terkait dengan bisnis MMM. Namun dia mengakui otoritasnya telah melakukan langkah preventif untuk mengurangi kerugian konsumen. "Kemungkinan akan ditindak oleh Kominfo, tapi bukan berarti dana peserta bisa kembali," katanya.

Memutuskan rangkaian bisnis MMM ini, menurut dia, bukan hal yang mudah. Sebab, secara hukum, tidak ada alasan yang bisa dijadikan dasar pemangku kebijakan untuk menutup bisnis via internet tersebut. OJK hanya berwenang mengawasi lembaga keuangan berupa bank, manajer investasi, dana pensiun, asuransi, dan lembaga pembiayaan. Sedangkan jika dikaitkan dengan bisnis multilevel marketing (MLM), money game ini tidak tergolong MLM karena tidak barang yang bisa dijadikan sebagai underlying aset.

Otoritas menghadapi dilema dalam memutus mata rantai MMM di Indonesia. Menurut Luthfy, jika situs tersebut ditutup, maka bisa jadi pemilik MMM akan menggugat. Bahkan, puluhan juta peserta MMM terancam merugi hingga puluhan juta rupiah.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER