Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan mengurangi penarikan utang baru pada 2015 menyusul berkurangnya defisit anggaran menjadi 2,21 persen dari PDB atau sebesar Rp 245,9 triliun. Namun, dalam keadaan darurat dimungkinkan untuk menarik pinjaman siaga dari kreditur bilateral dan multilateral.
Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri menuturkan target defisit tahun depan lebih rendah dibandingkan dengan yang disulkan pemerintah dalam RAPBN 2015 sebesar Rp 257,6 triliun, setara dengan 2,32 persen PDB. Target tersebut juga 1,1 persen lebih rendah dibandingkan dengan rencana APBNP 2014 yang dipatok Rp 241,5 triliun.
“Penurunan defisit anggaran 2015 memberikan sinyal positif bagi masyarakat,” klaim Chatib dalam pidatonya di rapat paripurna DPR, Senin (29/9).
Menurutnya, melalui penetapan defisit yang lebih rendah, maka pemerintah dapat mengurangi rencana penambahan utang, yang mayoritas diserap dari pasar obligasi. Hal ini juga membantu otoritas fiskal dalam mengantisipasi kenaikan tingkat bunga khususnya Amerika Serikat pada tahun depan.
Untuk menutup defisit anggaran, dalam dokumen UU APBN 2015 disebutkan sejumlah strategi pembiayaan, antara lain dengan menerbitkan obligasi negara Rp 277,04 triliun dan menarik pinjaman luar negeri Rp 47,03 triliun.
Selain itu, dalam keadaan darurat pemerintah juga diberikan sejumlah diskresi untuk mencari pembiayaan alternatif. Antara lain, pemerintah dimungkinkan melakukan pergeseran anggaran belanja yang belum terpakai, mengurangi pagu belanja, menggunakan sisa anggaran lebih (SAL), atau menambah utang yang berasal dari pinjaman siaga.
“Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan penarikan pinjaman siaga yang berasal dari kreditur bilateral dan multilateral sebagai alternatif pembiayaan jika kondisi pasar tidak mendukung penerbitan SBN,” tulis dokumen APBN 2015.
Indikator keadaan darurat yang menjadi acuan antara lain melesetnya target pertumbuhan ekonomi dan asumsi makro lain, yang menyebabkan menurunnya pendapatan atau meningkatnya belanja negara. Lalu, terjadi kegagalan sistem keuangan dan biaya utang meningkat signifikan.
Target Penerimaan Negara Naik 9,6 Persen
Target penerimaan negara dalam APBN 2015 naik 9,6 persen dibandingkan rencana tahun ini menjadi Rp 1.793,6 triliun. Perpajakan menjadi sektor utama yang diandalkan, yang dianggarkan Rp 1.379,9 triliun atau 12,38 persen PDB.
Dalam dokumen UU APBN 2015 yang disahkan pemerintah dan DPR dalam rapat Paripurna APBN hari ini pajak masih menjadi tulang punggu pendapatan negara. Sektor perpajakan yang dituntut menyumbang ke kas negara adalah Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 644,39 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 524,97 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 26,68 triliun, cukai Rp 126,74 triliun, bea masuk Rp 37,2 triliun, bea keluar Rp 14,29 triliun, dan pajak lainnya Rp5,68 triliun.
Untuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), ditargetkan naik 6 persen menjadi Rp 410,34 triliun. Sumber PNBP diharapkan datang dari sektor sumber daya alam (SDA) migas dan nonmigas sebesar Rp 254,27 triliun. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta menyetorkan sebagian labanya sebagai deviden negara dengan target total Rp 44 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT