Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Kementerian Keuangan menaikkan cukai rokok sebesar 10 persen tahun depan berpotensi membuat bangkrut puluhan perusahaan rokok kecil. Perusahaan-perusahaan yang tergabung di Komunitas Perusahaan Rokok Kudus (Koperku), yang beranggotakan 31 perusahaan rokok, termasuk yang terancam gulung tikar.
Rusdi Rahman, Koordinator Koperku mengatakan naiknya cukai rokok tersebut akan mempersulit anggotanya untuk memasarkan produk. "Akibatnya ada 1.200 orang yang bekerja di bawah perusahaan-perusahaan ini yang juga terancam kehilangan mata pencaharian," ujar Rusdi, di Jakarta, Rabu (15/10).
Abhisam D. M., Koordinator Nasional Komunitas Kretek menilai pemerintah telah mempersulit perusahaan-perusahaan rokok dengan menaikkan cukai sekaligus membuat kebijakan anti rokok dengan meningkatkan kampanye kesehatan. "Maka yang jadi korban adalah semua pelaku usaha tembakau dari hulu sampai hilir, termasuk petani, produsen, dan konsumen kretek,” kata Abhisam.
Padahal menurutnya, selama ini pemerintah bisa menggunakan penerimaan cukai tembakau untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia. "Cukai telah berperan dalam memperkuat keuangan negara. Mulai dari Rp 49,9 triliun pada APBN 2008 menjadi Rp 100,7 triliun pada APBN 2014. Dibandingkan dengan cukai lainnya, penerimaan cukai tembakau merupakan penerimaan paling besar dalam APBN dibandingkan dengan sektor ekonomi manapun," kata Abhisam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun depan, pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp 119,7 triliun. Sebesar 95 persen dari target tersebut berupa penerimaan cukai produk tembakau. Sisanya Rp 6 triliun atau sebanyak 5 persen adalah Pendapatan Cukai Minuman Mengandung Ethil Alkohol.
Upaya pemerintah untuk dapat memenuhi target tersebut adalah dengan menaikkan cukai rokok sebesar rata-rata 10 persen dan berlaku kepada tiga golongan industri rokok. Golongan satu, yaitu industri dengan produksi di atas 2 miliar batang rokok per tahun. Golongan dua, yaitu industri dengan produksi 300 juta-2 miliar batang rokok per tahun. Terakhir golongan tiga, yaitu industri dengan produksi di bawah 300 juta batang rokok per tahun.
Rencananya cukai untuk semua golongan akan dinaikkan. Bila golongan satu dan dua mengalami kenaikan cukai 10 persen, maka cukai yang tertinggi Rp 375 per batang akan naik Rp 30-Rp 40 per batang.
"Maka bisa dipastikan selain terdapat kenaikan harga yang dibebankan kepada konsumen maka industri besar akan melalukan efisiensi produksi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja kepada buruhnya," ujar Abhisam.
Sepanjang 2014, sudah ada tiga perusahaan rokok besar yang mengurangi jumlah karyawannya untuk menekan biaya produksi. Mereka adalah PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang pada 31 Mei lalu menghentikan produksi pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Jember dan Lumajang. Kebijakan tersebut membuat 4.900 karyawan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Awal September 2014, PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) menawarkan pengunduran diri sukarela kepada 1.000 pekerjanya sebagai langkah efisiensi. Setelah pengurangan pekerja tersebut, Bentoel menghentikan produksi delapan pabrik dari total 11 pabrik milik perusahaan. Sehingga hanya tersisa tiga pabrik saja yang beroperasi.
Terakhir, pada 9 Oktober 2014, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menawarkan program pensiun dini kepada pekerjanya di Kediri, Jawa Timur. Tawaran tersebut diterima oleh 2.088 pekerja SKT borongan.