Jakarta, CNN Indonesia -- Bandar udara Halim Perdanakusuma bakal berganti pengelola, dari PT Angkasa Pura II (Persero) kepada PT Angkasa Transportindo Selaras, anak usaha PT Lion Mentari Airlines mulai Agustus 2015. Perubahan ini membuat sejumlah perusahaan yang selama ini diliputi kekhawatiran.
Bayu Sutanto, Managing Director PT TransNusa Aviation Mandiri mengatakan maskapainya baru saja memindahkan basis operasinya ke Halim pada April 2013. Bayu mengatakan sebelum pindah ke sana, TransNusa membuat kontrak bisnis dengan pihak TNI Angkatan Udara selaku pemilik lahan di Halim dan Angkasa Pura II sebagai pengelola bandara, yang ketika itu juga melayani jasa aeronautika atau navigasi penerbangan.
"Kalau di bandara militer seperti itu memang harus izin ke dua pihak, yaitu ke TNI dan pengelola bandara. Asalkan dapat slot penerbangan dan ruang kantor atau ruang untuk menjual tiket, sudah bisa operasi," ujar Bayu, di Jakarta, Rabu (15/10).
Menurut Bayu, TransNusa akan mengikuti ketentuan dari perusahaan manapun yang akan mengeloa Halim nantinya. "Kalau tetap Angkasa Pura II tidak masalah, kalau ganti Lion operatornya ya kami akan bicarakan lagi untuk tarif sewa kantor dan layanan udaranya," kata Bayu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia memperkirakan Lion tetap akan menggandeng Angkasa Pura II dalam mengoperasikan Halim. "Sebab mereka belum punya pengalaman mengelola bandara, selain itu mereka juga belum punya Airport Operator Certificate," ujarnya.
Saat ini TransNusa mengoperasikan tujuh pesawat baling-baling, terdiri lima unit Fokker 55, satu unit BAE, dan satu ATR. Maskapai tersebut menyediakan layanan penerbangan rutin untuk perusahaan minyak dan gas bumi konsorsium West Natuna sampai lima tahun ke depan dan PT Chevron Indonesia selama dua tahun ke depan.
Sementara salah seorang manajemen Alfa Flying Schooll yang menolak disebutkan namanya, berpendapat perusahaan yang menyewa lahan di Halim dan menggantungkan kelangsungan bisnisnya di sana, perlu mendapatkan kepastian siapa pengelola Halim yang baru.
"Saat ini Halim satu-satunya bandara yang layak bagi kami untuk menyelenggarakan sekolah penerbangan. Sementara Pondok Cabe terlalu sulit dijangkau dan Curug tidak memungkinkan. Siapa sebenarnya pengelola Halim, kami butuh kepastian karena telah membuat kontrak sewa dengan pengelola lama," ujar pria berkacamata tersebut.
Manajemen Alfa Flying School khawatir jika terjadi perubahan pengelola maka akan dikenakan tarif baru. "Jangankan pengelola baru, Angkasa Pura II saja sudah menaikkan tarif untuk banyak sekolah penerbangan yang masa sewanya habis," ujarnya.
Denon Prawiraatmadja, Presiden Direktur PT Whitesky Aviation yang juga Ketua Maskapai Tidak Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association meminta kepada Lion Air untuk tidak menyingkirkan maskapai charter dari Halim.
"Lion jangan mengubahnya menjadi bandara penerbangan reguler saja, tetap berikan ruang untuk maskapai charter seperti yang sudah berjalan selama ini," ujar Denon.
Seperti disebutkan dalam detail engineering design yang dibuat PT Adhi Karya Tbk (ADHI) selaku kontraktor yang mengerjakan pengembangan Halim, akan digunakan banyak ornamen dan material berkualitas tinggi yang cocok untuk kategori layanan full service yang diberikan oleh anak usaha Lion, Batik Air.
Lion juga akan memusatkan seluruh penerbangan Batik Air dari Halim Perdanakusuma mulai tahun depan. Sehingga muncul kekhawatiran maskapai low cost carrier dan charter yang sekarang beroperasi di Halim akan tersingkirkan.
Ignatius Bambang Tjahjono, Direktur Kebandarudaraan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan juga meminta Lion selaku pengelola baru Halim untuk menghormati kontrak yang ada dan sedang berjalan dengan seluruh maskapai dan tenant di bandara tersebut.
"Kalau memang ada perubahan biaya, lakukan pembicaraan satu-satu dan jelaskan kontrak barunya seperti apa. Lalu kalau ada pihak yang tidak puas dan ada perselisihan silahkan bawa ke pengadilan," ujar Bambang.