Jakarta, CNN Indonesia -- Rusal, perusahaan aluminium asal Rusia kembali menyatakan minatnya membangun smelter alumina di Kalimantan Barat. Kali ini minat tersebut disampaikan langsung oleh Alexei Likhachev, Wakil Menteri Perkembangan Ekonomi Federasi Rusia saat berkunjung ke Jakarta.
Alexei mengungkapkan pada 20 Oktober 2014 usai Presiden Joko Widodo dilantik, Menteri Perdagangan dan Industri Rusia Denise Manturov telah bertemu dan sempat membicarakan kelanjutan proyek senilai US$ 2,5 miliar itu. "Untuk itu delegasi Rusia yang datang ke Indonesia akan membicarakan kembali dengan Pemerintah Indonesia yang sangat mendukung proyek ini," kata Alexei.
Alexei juga mengatakan, prospek investasi pembangunan smelter di Kalimantan Barat yang akan dikerjakan bersama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tersebut berhasil menarik banyak perhatian perusahaan metalurgi asing. Hal ini disebabkan karena saat ini harga bauksit ekspor dari Indonesia termasuk yang paling murah di dunia, yaitu US$ 50 per ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada beberapa perusahaan metalurgi besar bukan hanya milik Rusia yang akan hadir untuk membahas prospek proyek pembangunan smelter, seperti Rusal yang hadir hari ini. Sementara Minggu kemarin ada kunjungan dari perusahaan Basic Element yang juga terbesar di dunia," ujarnya.
Pada 14 Juni 2014, Chief Executive Officer Rusal Oleg Deripaska mengadakan pembicaraan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, Menko Perekonomian, Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, dan beberapa calon mitra lokal selain Aneka Tambang untuk membahas pembangunan smelter yang akan mengolah bauksit menjadi alumina, bahan baku pembuatan aluminium yang menjadi bisnis inti perusahaan.
Pabrik Rusal yang ada di Siberia Timur membutuhkan setidaknya 5 juta ton alumina setiap tahun. Upaya mencari bahan baku dilakukan Rusal sampai ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia. Sebab saat ini Rusal baru mendapatkan pasokan 800 ribu ton per tahun dari Australia.