Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perhubungan akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Nomor PM 51 tahun 2014 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas. Aturan yang diteken mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin pada 1 Oktober 2014 tersebut menggantikan peraturan sebelumnya KM 26 tahun 2010.
Salinan peraturan menteri terbaru yang diperoleh CNN Indonesia menyebutkan, setidaknya ada dua ketentuan yang diubah dalam peraturan tersebut. Pertama, patokan harga avtur yang digunakan pemerintah dalam menetapkan tarif batas atas adalah Rp 12 ribu per liter, naik Rp 2 ribu dibandingkan aturan sebelumnya yang menggunakan patokan harga avtur Rp 10 ribu per liter.
"Ketentuan lain yang diubah adalah, acuan nilai tukar yang digunakan saat ini Rp 13 ribu per dolar Amerika Serikat. Sudah kami naikkan dari sebelumnya Rp 10 ribu per dolar dalam KM 26 tahun 2010," ujar Djoko Murjatmodjo, Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan kepada CNN Indonesia, Senin (3/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djoko meyakini perubahan acuan harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar tersebut sudah cukup mengakomodir peningkatan biaya operasional yang dialami maskapai penerbangan belakangan ini.
"Harga avtur sekarang ini Rp 11 ribuan, sementara kurs belum menyentuh angka Rp 13 ribu per dolar. Jadi kami rasa tarif batas atas yang sekarang ini sudah cukup untuk menutupi biaya operasional," ujar Djoko.
Namun Ketua Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto memandang sebelah mata perubahan ketentuan dalam aturan tarif batas atas baru tersebut. Bayu menilai pemerintah tidak menghitung kenaikan biaya-biaya lain yang juga membebani biaya operasional maskapai penerbangan.
Menurut Bayu, naiknya acuan harga avtur dan patokan kurs saja tidak menyelesaikan masalah. "Lihat saja penyesuaian aturan tarif batas atas baru dilakukan setelah empat tahun peraturan sebelumnya berlaku. Artinya ada faktor inflasi, kenaikkan upah minimum provinsi (UMP), dan biaya-biaya di bandara yang juga naik tidak diperhitungkan pemerintah. Penyesuaian tarif batas atas rata-rata sebesar 10 persen ini dibawah ekspektasi kita," ujar Bayu.
INACA berhitung, sejak 2010 lalu maskapai penerbangan yang menjadi anggotanya telah mengalami kenaikan biaya operasional sebesar 22-26 persen sehingga telah mengusulkan kenaikan tarif batas atas sebesar peningkatan biaya tersebut sejak Agustus 2013. "Nilai tukar melemah, harga avtur naik, UMP naik, inflasi, biaya-biaya di bandara naik sementara harga tiket dibatasi oleh aturan tarif batas atas. Ini kan tidak masuk diakal," kata Bayu.
Menanggapi hal tersebut, Djoko menilai maskapai penerbangan juga seharusnya melihat fungsi perlindungan konsumen yang dijalankan oleh pemerintah. Oleh karena itu, Djoko memastikan tidak mungkin pemerintah menghapuskan aturan tarif batas atas seperti yang diminta INACA dalam beberapa kesempatan mengadakan rapat dengan dirinya.
"Kalau tarif batas atas dihapuskan, maskapai penerbangan itu bisa menaikkan harga seenaknya ketika peak season. Harga tinggi tersebut mau tidak mau pasti akan dibeli oleh penumpang yang membutuhkan. Sementara pemerintah juga harus melindungi kepentingan konsumen sambil memastikan maskapai penerbangan bisa beroperasi dengan marjin yang wajar," ujar Djoko.
Djoko juga menyebut maskapai penerbangan tidak tertib dalam melaporkan perhitungan biaya operasional setiap bulan ke pemerintah. Sehingga wajar jika ketika menghitung formula tarif batas atas, pemerintah banyak menggunakan angka asumsi.
"Mereka tidak pernah melaporkan keuangannya, padahal itu wajib dilakukan. Kalau mau
fair, ayo serahkan laporan keuangan sehingga pemerintah bisa melakukan perhitungan secara kuantitatif tidak lagi menggunakan asumsi," ujar Djoko.
Badan Pusat Statistik mencatat sepanjang Januari-Agustus 2014, maskapai Indonesia berhasil menerbangkan penumpang sebanyak 47,49 juta orang naik 5,8 persen dibandingkan realisasi jumlah penumpang Januari-Agustus 2013 sebanyak 44,88 juta orang. Angka tersebut terdiri dari penumpang rute domestik sebanyak 38,52 juta orang dan penumpang rute internasional sebanyak 8,97 juta orang.