Jakarta, CNN Indonesia -- Sepanjang Januari-September 2014, total nilai impor Indonesia tercatat sebesar US$ 134,38 miliar. Sementara selama periode tersebut, Indonesia hanya berhasil melakukan ekspor senilai US$ 132,7 miliar sehingga terjadi defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,68 miliar. Sektor minyak dan gas bumi (migas) kembali menjadi penyebab utama terjadinya defisit neraca perdagangan tersebut seperti bulan-bulan sebelumnya.
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai impor migas selama sembilan bulan di 2014 sebesar US$ 33,02 miliar sementara nilai ekspor yang berhasil dilakukan hanya US$ 23,4 miliar sehingga secara total terjadi defisit neraca perdagangan migas sebesar US$ 9,62 miliar.
"Peningkatan volume impor migas terjadi untuk produk minyak mentah sebesar 12,18 juta ton dari 12,13 juta ton sepanjang Januari-September 2013. Sementara impor produk hasil minyak dan gas justru mengalami penurunan," kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin (3/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun secara keseluruhan terjadi penurunan volume impor migas sebesar 2,61 persen dari 36,53 juta ton pada Januari-September 2013 menjadi 35,57 juta ton pada periode yang sama di 2014, namun melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat disebut Suryamin menjadi penyebab total nilai impor meningkat mengalahkan nilai ekspor.
Secara keseluruhan, Suryamin menyebut defisit neraca perdagangan terbesar terjadi dengan Tiongkok mencapai US$ 1,43 miliar diikuti oleh Jepang sebesar US$ 180,6 juta,
Tingginya impor migasWakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya pernah mengkritisi kapasitas produksi bahan bakar minyak (BBM) yang mampu dilakukan oleh kilang dalam negeri, tidak sebanding dengan jumlah konsumsi BBM tersebut di masyarakat. Kalla menyebut kebutuhan minyak Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari sementara kemampuan produksi kilang dalam negeri hanya 800 ribu barel sehingga separuhnya harus dipenuhi dari impor.
Untuk mengurangi impor migas pekan lalu pemerintah mempertemukan PT Pertamina (Persero) dengan Sonangol EP, Badan Usaha Milik Negara Angola untuk membangun kilang dan melakukan kerjasama lain di sektor hulu, hilir, dan perdagangan produk migas.
Pertamina telah memprediksi total penjualan BBM bersubsidi sampai dengan akhir tahun berpotensi mencapai 47,9 juta kiloliter. Artinya, realisasi pemakaian BBM bersubsidi tersebut akan lebih banyak 1,9 juta kiloliter dari kuota yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2014, yaitu 46 juta kiloliter.