PROGRAM MENTERI

Susi Kritik Seretnya Pencairan Kredit Nelayan

CNN Indonesia
Jumat, 07 Nov 2014 16:44 WIB
Mayoritas kredit perbankan dinikmati oleh nelayan besar, sedangkan nelayan kecil dipersulit untuk mendapatkan kredit dari bank.
Sejumlah pekerja mengangkut ikan untuk dilelang di Tempat Pelelangan Ikan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat. (Antara Photo/Dedhez Anggara)
Jakarta, CNN Indonesia -- Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan mengkritik diskriminasi yang dilakukan lembaga keuangan dan perbankan dalam memberikan kredit kepada nelayan kecil. Rendahnya pencairan kredit tersebut berimbas pada rendahnya produktivitas nelayan. 

"Banyak kredit ke nelayan besar dibandingkan ke nelayan kecil, padahal nelayan besar juga besar tingkat non performing loan-nya (NPL/kredit macet)," ujar Susi pada acara Chief Editors Meeting (CEM) di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Jumat (7/11).

Menurutnya, sektor perikanan punya potensi sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Terlebih tren pasar saat ini beralih ke perdagangan ikan segar atau ikan hidup dibandingkan ikan dalam kemasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Makanya saya minta akses pasar ke nelayan kecil dibuka. Saya juga mengupayakan agar dibuka akses bandara dan maskapai untuk mengangkut ikan. Karena semakin fresh ikannya, semakin tinggi pula harga yang dikasih ke nelayan," jelasnya.

Susi memastikan Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan dalam dua minggu, seluruh kementerian terkait harus bisa menyelesaikan masalah kredit perikanan bagi nelayan kecil, serta masalah akses penerbangan tersebut. "Presiden juga meminta pemerintah daerah yang menjalankan program-program kementerian di sektor perikanan untuk menandatangani perjanjian menjaga kelestarian wilayah tangkapan ikannya.  "Seperti kawasan hutan bakau tidak boleh dibabat, lobster yang bertelur tidak boleh diambil," tegasnya.

BBM untuk Nelayan

Terkait rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Susi memastikan tidak akan ada nelayan di Indonesia yang mengeluhkan kebijakan tersebut. "Nelayan tidak pernah mengeluh BBM karena mereka memang tidak pernah mendapat subsidi. Kedua tidak ada stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di pantai-pantai," ujarnya.

Dia menilai sudah saatnya Indonesia mencabut subsidi BBM. Hasil dari kebijakan tersebut setidaknya dapat dialihkan untuk investasi pembangunan sumber daya manusia agar memiliki kepandaian. "BBM naik sajalah, karena nelayan memang dari dulu paid the most expensive fuel. Subsidi ini tidak sehat, tidak sustainable," katanya.

Menurutnya, anggaran subsidi BBM yang selama ini menghabiskan sekitar Rp 300 triliun per tahun bisa dimanfaatkan untuk mendanai kegiatan lain yang lebih produktif. Misalnya sebagian kecil atau sekitar Rp 25 triliun akan lebih baik diberikan kepada nelayan untuk menunjang kegiatan sehari-hari dalam menangkap ikan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER