UTANG PEMERINTAH

Pemerintah Rajin Berutang Rajin Bayar Penalti

CNN Indonesia
Senin, 10 Nov 2014 08:28 WIB
Pemerintah telah membayar penalti Rp 37,2 triliun akibat tidak mencairkan dana pinjaman yang telah disediakan negara atau lembaga donor asing.
Scenaider Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Utang Kementerian Keuangan. (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 4.819 kontrak utang pinjaman luar negeri yang dibuat oleh pemerintah senilai Rp 3.488,5 triliun selama 54 tahun terakhir, sedianya diupayakan oleh Kementerian Keuangan untuk membiayai kebutuhan program di kementerian, lembaga, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun tidak sedikit komitmen utang yang sudah diperoleh, pada akhirnya tidak digunakan oleh instansi atau BUMN yang minta dicarikan pinjaman sehingga membuat pemerintah harus membayar penalti puluhan triliun rupiah.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan yang diperoleh CNN Indonesia menyebutkan, terdapat 58 komitmen utang asing senilai US$ 38,82 miliar atau Rp 471,46 triliun berstatus gagal tarik atau dibatalkan. Selain itu ada juga 31 pinjaman yang telah ditandatangani tetapi masih belum ada penarikan (zero disbursed) dari instansi dan BUMN yang mengajukan.

Sesuai kesepakatan kontrak, jika dana yang telah disediakan negara donor atau lembaga keuangan asing tidak digunakan sesuai jatuh tempo yang telah disepakati maka ada penalti yang harus dibayarkan pihak yang membuat komitmen pinjaman dalam hal ini Kementerian Keuangan yang mewakili pemerintah. Nilainya cukup besar, mencapai US$ 3,06 miliar atau Rp 37,2 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DJPU Kementerian Keuangan mencatat sampai dengan akhir triwulan II 2014 terdapat 25 pinjaman, yang diajukan oleh sejumlah kementerian, lembaga, dan BUMN yang belum efektif pemanfaatannya. Di samping itu, terdapat 49 pinjaman luar negeri yang telah habis atau melewati masa berlaku, tetapi berstatus aktif dan masih terdapat sisa dana yang belum ditarik.

DJPU juga melaporkan terdapat 41 pinjaman aktif dari 180 pinjaman proyek yang terindikasi berisiko tidak terserap atau lambat terserap. Berikut adalah data kementerian, lembaga, dan BUMN yang mengajukan pinjaman tetapi tidak digunakan sehingga membuat pemerintah harus membayar penalti:

Kementerian:

- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (9 pinjaman)

- Kementerian Pekerjaan Umum (9 pinjaman)
Kalau tidak terserap itu karena masalahnya di perencanaan yang terkadang belum matang sehingga pelaksanaan proyeknya terkadang sulit.Scenaider Siahaan

- Kementerian Pertahanan (3 pinjaman)

- Kementerian Agama (3 pinjaman)

- Kementerian Perhubungan (2 pinjaman)

- Kementerian Kelautan dan Perikanan (2 pinjaman)

- Kementerian Keuangan (1 pinjaman)

Lembaga:

- Kepolisian Negara RI (2 pinjaman)

- Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (1 pinjaman)

BUMN:

- PT PLN (Persero) (6 pinjaman)

- PT Pertamina (Persero) (3 pinjaman).


Scenaider Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Utang DJPU menjelaskan terciptanya pinjaman luar negeri berawal dari pengajuan pendanaan proyek atau program oleh kementerian, lembaga, atau BUMN kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Bappenas akan mengecek kelayakan program atau proyek yang diajukan untuk kemudian dicarikan kreditur atau lembaga donor yang bersedia mendanai dan dilimpahkan ke DJPU untuk negosiasi.  

“Kalau tidak terserap itu karena masalahnya di perencanaan yang terkadang belum matang sehingga pelaksanaan proyeknya terkadang sulit. Biasanya karena aspek perizinan, pembebasan lahan dan lain-lain,” ujar Scenaider CNN Indonesia, akhir pekan lalu.

Biasanya, kata Scenaider, pencairan kredit dilakukan secara bertahap dan berkala menyesuaikan dengan realisasi pelaksanaan program atau proyek. “Kalau kementerian, lembaga, atau BUMN telat pengerjaan proyeknya, maka berisiko melampaui batas pencairan. Dan itu tergantung, ada yang masih bisa di negosiasikan, ada yang tidak. Kalau tidak terpaksa pemerintah bayar penalti,” katanya.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER