PRODUKSI MIGAS

Lifting Migas RI Masih di Bawah Target

CNN Indonesia
Minggu, 16 Nov 2014 13:15 WIB
Banyaknya kendala seperti mundurnya jadwal kegiatan produksi dan pengenaan pajak dituding menjadi penyebab utama tidak tercapainya angka lifting migas.
(Antara Photo/Hermanus Prihatna)
Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi lifting gas bumi Indonesia hingga akhir Oktober kemarin masih berada di angka 7,085 miliar british thermal unit per day (Bbtud). Artinya, angka ini baru berkisar 99,8 persen dari target lifting Anggaran Pendatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang dipatok pada kisaran 7,099 Bbtud.  

"Di tengah banyaknya tantangan yang dihadapi industri hulu migas, kami berharap semua pemangku kepentingan terus memberikan dukungan agar angka lifting gas bisa memenuhi target yang telah ditetapkan dan dapat dijaga,” ujar Plt Kepala SKK Migas Johannes Widjonarko dalam keterangan resminya, Minggu (16/11).

Dari angka lifting gas itu, kata Widjanarko, kontribusi terbesar berasal dari produksi lima kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) gas meliputi Total E&P Indonesie, ConocoPhillips (Grissik) LTD, PT Pertamina EP, BP Berau LTD, dan PetroChina International Jabung LTD. Di mana kelima KKKS tadi menyumbang lebih dari 75 persen dari total lifting gas Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun terkait alokasi gas domestik, SKK Migas mengaku pihaknya siap untuk memenuhi kebutuhan gas domestik yang pada 2013 lalu sudah mencapai 3,774 Bbtud, sedangkan untuk ekspor sebesar 3,402 BBTUD.

"Selama infrastrukturnya tersedia, industri hulu migas siap untuk memenuhi kebutuhan gas domestik. Ketersediaan infrastruktur menjadi kunci pemanfaatan gas untuk kebutuhan domestik,” ujarnya.

Lifting Minyak Anjlok

Selain gas, tidak tercapainya target produksi juga terjadi pada angka lifting minyak nasional. Dalam prognosanya, SKK Migas memprediksi angka lifting minyak tahun ini hanya mampu mencapai 798.000 barel per hari (Bph) atau sebesar 97,6 persen dari target 818.000 BOPD yang tertuang di dalam APBN-P. Di mana rendahnya prognosa tak lepas dari banyaknya tantangan di lapangan yang dihadapi KKKS.

Di antaranya gangguan operasional produksi (gangguan fasilitas, gangguan sumur, kendala penyerapan minyak, dan lain-lain); mundurnya onstream beberapa proyek (termasuk pengembangan penuh Lapangan Banyu Urip dan pengembangan Lapangan Bukit Tua); dan ketidakberhasilan pemboran beberapa sumur, termasuk penundaan pekerjaan pemboran akibat kendala ketersediaan rig dan kendala perizinan.

Selain kendala operasional, masalah yang juga menyebabkan tak tercapainya target produksi minyak nasional disebabkan oleh pengenaan sejumlah pungutan seperti PPN impor dalam pengadaan barang serta pengenaan PBB untuk wilayah kerja offshore. “Kami berharap isu seputar perpajakan ini dapat segera diselesaikan, mengingat ini tidak hanya mempengaruhi ketersediaan migas dan penerimaan negara dari migas dalam jangka pendek, tetapi juga keberlangsungannya untuk jangka panjang,” ujar Widjonarko.

Sementara itu, dalam keterangannya beberapa waktu lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menghapus PPN dan PBB bagi KKKS yang melakukan eksplorasi di wilayah kerja offshore. Hanya saja, Suriman mengaku pembahasan ini belum menemukan titik temu. "Tapi Kami sepakat untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas ke depannya," ujar Sudirman.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER