Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja industri sawit nasional mengalami pembalikan positif pada Oktober 2014 setelah mengalami penurunan ekspor selama sembilan bulan sebelumnya. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat volume ekspor sawit Indonesia selama Januari-Oktober sebesar 17,53 ton, meningkat 350 ribu ton (2 persen) dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu 17,18 juta ton.
"Kami terbantu oleh ekspor di bulan Oktober yang meningkat tipis. Kendati demikian secara umum masih stagnan karena harga jualnya masih rendah," jelas Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan kepada CNN Indonesia, Rabu malam (26/11).
Fadhil mengungkapkan permintaan sawit pada Oktober meningkat signifikan, dengan volume ekspor mencapai 2,4 juta ton atau naik dari bulan sebelumnya 1,69 juta ton. "China dan India yang sebelumnya melemah, pada Oktober meningkat. Terutama ke India yang meningkat tajam dari 205 ribu ton pada September menjadi 733 ribu ton pada Oktober," jelas Fadhil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demikian pula dari sisi harga, lanjut Fadhil, terjadi kenaikan tipis dari rata-rata US$ 712 per metrik ton menjadi US$ 717 per metrik ton. "Kenaikan harga sangat tipis, kemungkinan karena aksi jual-beli atau karena bea keluar kita yang nol (persen)," katanya.
Secara umum, Gapki memperkirakan stagnasi masih akan terjadi pada industri sawit pda tahun ini. Peluang ekspor sawit untuk tumbuh atau turun pad atahun ini sama besar, tergantung dari kinerja pedagangan November dan Desember 2014.
"November-Desember tahun lalu itu di atas 2 juta ton, kalau melihat siklusnya pada November-Desember memang tinggi," katanya.
Peluang dan Tantangan 2015Fadhil Hasan menambahkan stagnasi kemungkinan masih akan terjadi pada tahun depan jika melihat tren permintaan dan harga komoditas di pasar global yang belum membaik. Namun, ada peluang dari dalam negeri untuk bisa mengompensasi penurunan ekspor, yakni dari kebijakan pemerintah mendorong penggunaan biofuel.
"Kalau pemerintah melalui program biodieselnya bisa menyerap sesuai target yang diinginkan, maka akan mendorong peningkatan harga sawit," katanya.
Intinya, lanjut Fadhil, dari sisi harga jual sawit akan sangat dipengaruhi oleh faktor permintaan dan harga komoditas, terutam aharga minyak mentah dunia. Sementara dari sisi produksi akan lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan penggunaan biofuel dan larangan penggunaan lahan gambut sebagai areal perkebunan.
"Tantangannya dari dalam negeri yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.17 tahun 2014 soal moratorium pembukaan izin lahan gambut masih akan menjadi tantangan," katanya.
Sebagai informasi, PP No.17 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut mewajibkan Menteri Lingkungan Hidup menetapkan fungsi lindung ekosistem gambut paling sedikit 30 persen dari seluruh luas kesatuan hidrologis.
Beleid tersebut juga melarang setiap orang untuk membuka lahan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar lahan gambut, sert amelakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut.
Dalam menyikapi dinamika dan tantangan yang akan terjadi, Gapki kembali menggelar Konferensi Minyak Kelapa Sawit (IPOC) 2015 di The Trans Luxury Hotel, Jalan Gatot Subroto, Bandung. Presiden joko Widodo dijadwalkan hadir pada acara yang berlangsung sejak kemarin (26/11) sampai dengan lusa (28/11).