Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo kembali memunculkan wacana penggunaan bahan bakar hayati (biofuel) hingga 20 persen. Salah satu gebrakan awal yang diyakini bakal meningkatkan konsumsi bahan bakar alternatif tersebut adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Targetnya 20 persen, tapi sekarang masih 5 persen. Namun melihat kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM, maka baik bagi perkembangan biofuel," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Hari Priyono pada acara Konferensi Sawit Internasional (IPOC) 2015, Kamis (27/11).
Menurutnya, kebijakan energi terbarukan penting dikedepankan di tengah produksi energi fosil yang semakin terbatas. Untuk itu, Industri sawit, selaku pemasok bahan baku biofuel, dinilai Hari penting untuk mendapatkan dukungan pemerintah agar penggunaan biofuel bisa atraktif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dadang Kusdiana, Direktur Bioenergy Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), menilai Indonesia merupakan negara salah satu pengguna biofuel tertinggi karena memiliki areal perkebunan sawit yang terluas di dunia. "Hingga 2013 penggunaan biofuel sudah mencapai 1,05 juta kilo liter, naik 52,26 persen dari penggunaan pada 2012," katanya.
Besarnya industri sawit nasional, kata Dadang, menjadi nilai lebih bagi Indonesia untuk menciptakan energi alternatif dari limbah industri sawit. "Bisa dalam bentuk gas, cair dan padat," katanya.
Untuk itu, Dadang mengatakan Menteri ESDM telah mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang pengembangan energi alternatif terbarukan. Sesuai dengan peta jalan pengembangan biofuel, jelasnya, penggunaan biodiesel B-10 akan naik menjadi B-20 pada 2016 dan menjadi B-30 pada 2020.
"Hal itu bakal meningkatkan permintaan biodiesel menjadi dua kali lipat pada 2016, dan kemudian naik 1,5 kali pada 2020. Untuk itu, investasi pabrik biodiesel harus ditingkatkan," tuturnya.