INDUSTRI KELAPA SAWIT

Apindo: Industri Sawit Rawan Pergolakan

CNN Indonesia
Kamis, 27 Nov 2014 16:50 WIB
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan perubahan sistem penaikan upah pekerja menjadi setiap tiga tahun sekali, menyesuaikan dengan laju inflasi.
Pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/10). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah agar mencabut sistem kerja outsorcing serta buruh kontrak, melaksanakan upah yang layak, serta memberikan jaminan ksesehatan secara menyeluruh terhadap buruh di Indonesia. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Bandung, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai industri perkebunan sawit merupakan salah satu sektor padat karya yang rawan pergolakan. Persoalan upah menjadi penyebab utama yang membuat renggang hubungan antara pengusaha dan pekerja di industri sawit.

Hariyadi B. Sukamdani, Ketua Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Apindo, mengatakan industri kelapa sawit merupakan industri padat karya yang tidak bisa memberikan upah tinggi. Hal itu menambah panjang deret permasalahan sektor padat karya ini, yang selalu diganggu oleh isu lingkungan.

“Kalau dicermati, industri padat karya mengalami pukulan terkait upah minimum yang naik hampir 15 persen. Kami takutkan, industri perkebunan bisa seperti manufaktur yang ribut. Kalau manufaktur bisa tutup pabrik, lalu kalau perkebunan gimana?,” ujarnya di sela Konferensi Sawit Internasional (IPOC) 2015, Kamis (27/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, hampir 33 persen penaikan beban pengupahan harus dicadangkan industri setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah daerah yang kerap kali tidak sinkron dengan aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat.

“KHL (Kebutuhan Hidup Layak) kan harusnya jadi alat ukur pengupahan. Namun di beberapa daerah, contohnya Jawa Timur, ada pemimpin daerah yang tidak mau menggunakan hal itu,” jelasnya.

Hariyadi mengungkapkan saat ini hanya 40 persen dari total 125 juta angkatan kerja yang berada di sektor formal, sedangkan sisanya tersebar di sektor nonformal. Perlu kebijakan pengupahan yang efektif guna mengurangi kesenjangan pendapatan antar golongan pekerja tersebut.

“Kalau dari kami penaikan upah bisa dibuat per tiga tahun melihat dari inflasi. Saya kira kalau tidak segera dibenahi, usaha padat karya seperti perkebunan sawit juga tinggal menunggu waktu untuk 'meledak',” ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, di Indonesia, isu ketenagakerjaan kerap menjadi komoditas politik yang sangat membahayakan industri. “Contohnya di Mojokerto ada yang mau tutup usaha mebel. Kalau mengikuti UMP, perusahaan menanggung beban Rp1,5 miliar tiap bulan karena pekerjanya mencapai 2.500 orang,” katanya.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER