Jakarta, CNN Indonesia -- Joko Widodo (Jokowi) berpotensi menjadi presiden pertama Indonesia yang mengizinkan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan skala besar. Tidak main-main, Pemerintah Tiongkok menyatakan siap menanamkan investasi sebesar US$ 12,5 miliar untuk membangun PLTN 5 x 1.000 Megawatt (MW) di Indonesia jika izin dikeluarkan pemerintah.
"Lokasi pembangunan PLTN rencananya di wilayah Bangka Belitung. Perdana Menteri Tiongkok juga sudah membicarakan hal ini dengan Presiden Jokowi di pertemuan APEC bulan lalu,” ujar Direktur Utama PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki) Yudi Utomo, Selasa (2/12) petang.
Dalam megaproyek tersebut, Yudi mengatakan Inuki akan bertindak sebagai pelaksana atau operator maintenance (OM) di PLTN yang rencananya akan dibangun menggunakan teknologi Tiongkok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pastikan kalau 100 persen dana berasal dari Tiongkok. Tapi penggunaan produk dalam negeri (TKDN) lebih dari 70 persen," tuturnya.
Meski begitu, Yudi mengakui proyek PLTN pionir di Indonesia ini masih terganjal oleh sejumlah kendala seperti rumitnya perizinan dan paradigma masyarakat yang menganggap bahwa penggunaan nuklir hanya akan menjadi sumber masalah berbahaya. Paradigma tersebut terbangun akibat kejadian meledaknya reaktor nuklir Chernobyl di Rusia dan PLTN Fukushima di Jepang beberapa tahun lalu.
"Padahal kalau PLTN dibangun dengan mengedepankan faktor keselamatan yang tepat, kejadian-kejadian seperti Chernobyl dan Fukushima tidak akan terjadi. Sekarang tinggal kemauan Presiden saja. Mau buat PLTN yang dinilai sangat ekonomis atau tidak?" ujar Yudi.
Dia menambahkan, BUMN nuklir yang dipimpinnya tersebut sudah membicarakan harga jual listrik yang akan dihasilkan PLTN tersebut ke PT PLN (Persero) yaitu sekitar US$ 5 sen per Kilowatt hour (Kwh). Setelah izin diterbitkan, Inuki dan mitranya tersebut membutuhkan waktu sekitar 10 tahun untuk membangun PLTN Bangka Belitung.