Jakarta, CNN Indonesia -- Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) pada November 2014 sebesar US$ 75,39 per barel atau turun US$ 8,33 per barel (10 persen) dari posisi bulan sebelumnya US$ 83,72 per barel. Penurunan harga juga terjadi untuk minyak nasional Sumatera Light Crude (SLC) sebesar US$ 8,13 per barel menjadi US$ 76,33 per barel.
Sebagai informasi, pemerintah dalam mengelola keuangan negara mengacu pada asumsi ICP sebesar US$ 105 per barel, seperti tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014.
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) dalam keterangan persnya, Selasa (2/12) menjelaskan penurunan ICP sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah utama di pasar internasional.
Harga minyak mentah WTI (Nymex) tercatat turun sebesar US$ 8,53 per barel menjadi US$ 75,81 per barel, diikuti Brent (ICE) yang turun US$ 8,42 per barel menjadi US$ 79,63 per bare. Sedangkan Basket OPEC turun US$ 9,14 per barel menjadi US$ 75,92 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tren penurunan harga emas hitam tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesepakatan negara-negara Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC) untuk tidak memotong produksi dan mempertahankan kuota produksi sebesar 30 juta barel per hari (bph). Kegagalan permufakatan pemotongan produksi minyak juga terjadi antara Arab Saudi, Venezuela, Meksiko dan Rusia sebelum pertemuan OPEC digelar.
Berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA), pasokan minyak mentah negara-negara di luar OPEC pada Oktober meningkat sebesar 165 ribu bph, yang disebabkan oleh peningkatan pasokan dari Amerika Serikat (AS), Kanada dan Britania Raya.
Di Negeri Paman Sam, tingkat stok mingguan minyak mentah komersial AS dan gasoline selama November 2014 masing-masing naik 2,8 juta barel dan 4,6 juta barel dibandingkan dengan stok bulan sebelumnya.
Penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia lainnya juga turut mempengaruhi perkembangan harga minyak mentah internasional. Selain itu, ada sentimen dari kebijakan Arab Saudi yang menurunkan harga jual (official selling price) minyak mentahnya ke AS.
Untuk kawasan Asia Pasifik, Ditjen Migas melaporkan penurunan harga minyak juga dipengaruhi oleh pmenurunnya permintaan Jepang serta pelemahan ekonomi Tiongkok.