Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim perselisihan dengan Jepang mengenai kebijakan larangan ekspor mineral dan batubara (Minerba) sudah mereda setelah kedua belah pihak memahami konsep pengembangan pabrik pengolahan nikel.
“Sudah melakukan pembicaraan terkait smelter dan sudah kembali normal untuk bahan baku nikel yang dibutuhkan di Jepang,” ujar Staf Ahli Kemendag Gusmardi Bustami usai konferensi pers di kantor Kementerian Perdagangan, Rabu (3/12).
Sebagai informasi, Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang tentang Minerba melarang ekspor bahan mentah sejak 12 Januari 2014. Kebijakan ini sempat membuat harga nikel melonjak dan dianggap merugikan perusahaan Jepang. Selama ini Negeri Samurai itu dikenal sebagai produsen stainless steel terbesar dunia, yang 40 persen bahan baku nikelnya dipasok dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain Indonesia menerapkan kebijakan larangan ekspor Minerba karena ingin meningkatkan ekspor produk bernilai tambah. Selama ini, bahan tambang dari negara ini hanya dijual dalam bentuk gelondongan berupa gundukan tanah. Padahal di dalamnya belum tentu hanya terdiri dari satu jenis mineral.
“Saya anggap masalah itu sudah clear dan beberapa waktu lalu sudah ada langkah yang diambil oleh Kemenkeu mengenai pajak ekspor yang bentuknya bertahap, sesuai hasil yang diproduksi perusahaan tambang,” jelasnya
Sebelumnya, Jepang sempat berencana untuk melaporkan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) menyusul penerapan larangan ekspor bijih mineral yang telah membatasi pasokan untuk industri di Jepang.