Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan menilai rencana penghentian impor garam, yang digagas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, sulit direalisasikan. Perbandingan antara produksi garam dalam negeri dengan permintaan konsumsi masih timpang.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan menjelaskan, produksi garam dalam negeri mencapai 2,1 juta ton per tahun. Namun angka itu, hanya bisa memenuhi kebutuhan garam konsumsi saja.
"Total kebutuhan garam dalam negeri sebanyak 3,5 juta ton per tahun sehingga terpaksa ditambal dengan impor," ujar Partogi di Jakarta, Senin (8/12).
Partogi menjelaskan dalam industri, garam terdiri dari garam konsumsi dan garam industri aneka pangan. Untuk garam industri aneka pangan, dibutuhkan kualitas garam yang tinggi. Garam industri ini, lanjut Partogi, lebih banyak digunakan untuk produksi makanan ringan dan mie instan.
"Garam industri kita belum bikin. Bukan karena kita tidak bisa, hanya tinggal menaikkan kualitas saja. Bukan karena kita tidak mampu bikin, tapi materialnya rendah," kata Partogi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Partogi menegaskan Kemendag tidak menyukai impor. Namun impor itu diijinkan bila memang dibutuhkan. “Ambil contoh tahun 2010 di mana produksi garam hanya 300 ribu ton. Padahal seharusnya 1,6 juta ton," kata Partogi.
Menteri Susi sebelumnya menyatakan bahwa impor garam benar-benar akan segera dihentikan. "Saya dapat kabar baik, impor garam akan dihentikan," ujarnya beberapa waktu lalu. (Baca:
Menteri Susi Sebut Mafia Garam Bernama '5 dan 7 Samurai')
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan impor garam Indonesia sepanjang Januari-September 2014 mencapai 1,76 juta ton. Naik 17,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sepanjang 2013, impor garam Indonesia tercatat 1,92 juta ton. Ini turun dibandingkan setahun sebelumnya yaitu 2,22 juta ton. Sedangkan dalam enam tahun terakhir, impor garam terbanyak terjadi pada 2011 yaitu mencapai 2,83 juta ton.