DIREKSI BARU GARUDA

Pemerintah Minta Arif Cs Atasi Kerugian Garuda Indonesia

CNN Indonesia
Jumat, 12 Des 2014 18:00 WIB
Selama Januari-September 2014, Garuda Indonesia merugi US$ 219,54 juta sekitar Rp 2,65 triliun, meningkat 1.362 persen selama setahun.
(REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah melalui Kementerian BUMN meminta manajemen baru PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membereskan masalah finansial yang melilit maskapai pelat merah itu. 

Hal itu diungkapkan Dwijanti Tjahjaningsih, Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik dan Pehubungan Kementerian BUMN saat rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) Garuda Indonesia, di Cengkareng Tangerang, Jumat (12/12).

"Pemerintah juga merisaukan tekanan finansial yang membelit seperti kerugian pada kuartal III 2014," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dwijanti menilai manajemen maskapai yang mayoritas sahamnya milik pemerintah itu memang perlu pembaruan dan penyegaran. Hal ini penting dalam menghadapi persaingan bisnis penerbangan domestik dan internasional yang akan semakin ketat,

"Dalam situasi seperti ini maka Garuda harusnya berkewajiban terus memperbaiki daya saingnya," kata Dwijanti.

Pemerintah, lanjut Dwijanti, juga berharap Garuda Indonesia memiliki pangsa pasar yang kuat di dalam negeri dan mampu melakukan ekspansi yang rasional dalam melayani jalur penerbangan internasional.

Tak hanya itu, Dwijanti Tjahjaningsih berharap Arif dan jajaran direksi yang dipimpinannya tanggap dan cepat dalam antisipasi serta mengendalikan risiko kerugian perusahaan akibat depresiasi Rupiah dan fluktuasi harga minyak.

"Manajemen baru dituntut melihat dari perspektif berbeda, yang semulanya adalah hambatan bisa diubah menjadi peluang," katanya.

Garuda mengalami krisis keuangan setelah kembali mencatatkan kinerja buruk sampai September 2014. Maskapai full service tersebut mengalami rugi sebesar US$ 219,54 juta sekitar Rp 2,65 triliun, atau 1.362 persen lebih besar dibandingkan kerugian sampai September 2013 sebesar US$ 15,01 juta.

Pendapatan operasional yang diperoleh Garuda sebesar US$ 2.801,7 juta atau tumbuh 4,3 persen dibandingkan kuartal III 2013 menjadi tidak berarti karena tergerus biaya operasional yang membengkak akibat pembelian avtur, sewa pesawat, dan lain-lain.

Tambahan utang baru, baik melalui penerbitan obligasi maupun pinjaman langsung dari bank atau lembaga keuangan lain hanya akan menambah jumlah utang Garuda yang sampai September 2014 lalu berjumlah US$ 2,11 miliar. Terdiri dari utang jangka pendek US$ 1,03 miliar, dan utang jangka panjang US$ 1,08 miliar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER