Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memastikan pemerintah dan Bank Indonesia tidak akan melakukan intervensi terlalu dalam untuk meresponse pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi belakangan ini.
“Intervensi yang terlalu dalam hanya akan menghabiskan devisa negara, karena tren ini terjadi tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain,” ujar Sofyan di Jakarta, Senin (15/12).
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menyebutkan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar justru lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara lain di Asia. Dia menyebut rupiah hanya terdepresiasi 2,5 persen jika dibandingkan secara year on year menjadi Rp 12.600 per dolar saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sementara Yen Jepang itu sampai 15 persen, Bath Thailand sekitar 6 persen, dan Ringgit Malaysia sekitar 5-6 persen. Seluruh mata uang dunia mengalami hal yang sama," jelasnya.
Penguatan dolar terhadap mata uang negara-negara lain menurutnya terjadi karena bnyak perusahaan yang menggunakan dolar guna membayar utang yang biasanya jatuh tempo di akhir tahun.
“Sekarang tinggal bagaimana kita memanfaatkan kondisi ini, bisa dengan menaikkan ekspor dan mengurangi impor sehingga defisit perdagangan bisa berkurang,” kata Sofyan.
Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) sendiri tidak panik menanggapi pelemahan rupiah yang terjadi. Menurut JK, ada sisi positif dan negatif yang akan berpengaruh terhadap perdagangan Indonesia dengan dolar yang terus menguat.
“Nilai ekspor jadi bagus, tetapi biaya impor juga menjadi mahal. Tapi tidak apa-apa,” kata JK.