Jakarta, CNN Indonesia -- Usulan kebijakan pengampunan pajak (
tax amnesty) kembali mengemuka di tengah kesulitan Direktorat Jenderal Pajak mencapai target penerimaan pada APBN-P 2014. Darussalam, pengamat perpajakan dari Tax Center Universitas Indonesia menilai setiap wajib pajak berhak mendapatkan
tax amnesty sekali seumur hidup. "Kalau kita hidup dalam rentang 60 tahun, kita hanya diberikan satu kali tax amnesty," ujarnya di Balai Kartini, Rabu (18/12).
Tax amnesty lazim diberikan di banyak negara yang memiliki latar belakang masalah yang sama di bidang fiskal, yakni rendahnya kepatuhan wajib pajak (WP). Bentuk pengampunannya antara lain berupa penghapusan atau pengurangan pajak terutang.
"Atau sanksi pidana (pajak) dan fasilitasnya boleh diangsur (denda)," katanya. Menurut Darussalam,kebijakan ini harus dilakukan secara mendadak tanpa ada pemberitahuan sebelumnya ke publik.
Selain itu, kebijakan
tax amnesty baru efektif jika dibarengi dengan reformasi birokrasi secara kelembagaan di instansi yang berwenang menarik pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya harus punya alat deteksi dan jangan coba untuk tidak memberi sanksi bagi para pelaku penggelap pajak. Namun dalam konteks rekonsiliasi nasional
tax amnesty bisa dilakukan," katanya.
Dia menjelaskan ada beberapa skema penerapan
tax amnesty yang menjadi acuan di banyak negara. Antara lain dengan menghapus atau mengurangi pajak terutang atau memperbolehkan wajib pajak mengangsur sanksi pidana yang dikenakan padanya. (Baca:
Kepatuhan Rendah, Pemerintah Diminta Beri Ampunan Pajak)
Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak John Liberty Hutagaol menilai opsi tersebut patut dipertimbangkan, terutama bagi wajib pajak orang pribadi (WPOP).
"Siapa yang mau diberikan
tax amnesty, perusahaan atau orangnya. Mungkin yang lebih tepat diberikan
tax amnesty itu orang pribadi," tuturnya.
Menurutnya,
tax amnesty menjadi isu yang selalu memicu perdebatan karena harus jelas payung hukum dan penanggungjawabnya. "Harus ada langkah-langkah untuk melaksanakan ini. Siapa yang bertanggung jawab atas
tax amnesty ini," tuturnya.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan perpajakan sampai Oktober 2014 baru sebesar Rp 906,6 triliun atau 72,8 persen dari target APBNP Rp 1.246,1 triliun.
Pajak penghasilan (PPh) sebagai penyumbang terbesar, selama periode Januari-Oktober 2014 baru sebesar Rp 437,3 triliun atau 76,7 persen dari target Rp 569,9 triliun. Sementara pajak pertambahan nilai (PPN) tercatat baru Rp 317,7 triliun atau 66,8 persen dari target Rp 475,6 triliun.