Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Reformasi Tata Kelola Migas atau dikenal dengan Tim Antimafia Migas menemukan celah yang menjadi jalur masuk pemburu rente atau mafia dalam pengadaan minyak impor oleh Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Meski Petral telah melakukan tender pembelian minyak dari national oil company (NOC) sesuai dengan aturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun banyak NOC ternyata tak punya volume pasokan minyak yang dibutuhkan anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut.
Alhasil, untuk bisa memenuhi kewajibannya ke Petral, sejumlah NOC akan membeli minyak dari para trader.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini kita tidak tahu siapa trader di balik penyedia minyak untuk NOC, yang nantinya akan dipasok ke Petral," kata anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Agung Wicaksono di Jakarta, Rabu (17/12).
Agung bilang, kalau pun ada datanya, biasanya hanya diketahui dua tingkat di bawah pemilik perusahaan trader. "Padahal kita harus sama-sama pahami mengenai siapa yang melakukan lelang, siapa pemenang lelang hingga siapa pemilik minyak yang ikut lelang," tuturnya.
Tim Reformasi berencana merekomendasikan sejumlah aturan baru mengenai mekanisme pengadaan minyak impor yang dilakukan Petral.
Di antaranya adalah diperbolehkannya keikutsertaan perusahaan trader dalam tender pengadaan minyak. "Pada prinsipnya berdagang sama siapa pun enggak masalah. Yang penting punya barang dan memenuhi kualifikasi. Kami ingin aturan baru itu tidak menimbulkan celah lantaran aturan yang tidak realistis," kata Ketua Tim, Faisal Basri.
Selain mekanisme pembelian minyak Tim Reformasi juga menemukan satu kejanggalan dalam penentuan spesifikasi minyak yang diimpor oleh Petral, yakni Ron 88.
Kegiatan impor bahan bakar yang sudah jarang dijual di pasar minyak dunia tersebut mengacu pada aturan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Untuk memperoleh Ron 88, Petral harus lebih dulu membeli minyak berkadar oktan 92 yang kemudian dicampur dengan minyak berkadar oktan lebih rendah. Tak pelak, untuk mendapatkan Ron 88, Petral harus merogoh kocek lebih banyak ketimbang membeli Ron 92.
"Petral maupun Pertamina tidak bisa meningkatkan kualitas BBM subsidi karena penentuan Ron 88 itu merupakan aturan dan otoritas dari Dirjen Migas. Kita harus duduk bersama dengan Pertamina dan Dirjen Migas untuk bisa mengubah ini untuk kebaikan masyarakat," tutur Faisal.
Di kesempatan yang sama, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir menyatakan pihaknya siap mendukung kinerja Tim Antimafia Migas dalam memperbaiki tata kelola migas nasional. "Pertamina akan support data yang ingin didalami tim reformasi. Mudah-mudahan data yang tadi disampaikan berguna untuk tim," kata Ali.