Jakarta, CNN Indonesia -- Renegosiasi kontrak karya antara PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah yang berlangsung hari ini berjalan alot. Meski penandatangan nota kesepahaman (
Memorandum of Understanding/MoU) sudah diteken sejak Juli lalu, hingga kini belum ada kemajuan yang berarti dalam rancangan amandemen kontrak baru.
Dua isu yang belum menemukan titik temu adalah soal penerimaan negara termasuk tarif pajak bumi dan bangunan (PPB) dan pajak pertambahan nilai (PPN). "Belum ada keputusan soal PBB," ujar Presiden Direktur Freeport Rozik B. Soetjipto selepas menghadiri rapat di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (23/12). Rozik enggan diwawancarai lebih lanjut mengenai proses rapat yang berlangsung sejak siang tadi.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo yang pagi tadi menggelar rapat bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengingatkan agar Kementerian ESDM merinci setiap poin-poin renegosiasi yang berkaitan dengan pemasukan negara dari amandemen kontrak karya tersebut. Diantaranya perihal pemberian intensif fiskal meliputi penghapusan PBB, PPN, dan besaran royalti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soalnya sekarang pemerintah sedang meningkatkan ruang fiskal. Saya bilang Kementerian ESDM supaya hati-hati memberikan insentif fiskal. Harus kita jaga benar dan harus optimal hasilnya,” tutur Mardiasmo.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani yang juga mengikuti rapat mengingatkan Menteri Sudirman Said agar menyadari bahwa dalam proses renegosiasi kontrak bisnis semacam ini, pemerintah memiliki kedudukan yang setara dengan Freeport.
Oleh karenanya, Franky pun meminta Sudirman untuk mempertimbangkan masak-masak mengenai poin-poin pemasukan negara.
"Karena ini kaitannya dengan pertambangan, tentu saja Menteri ESDM harus menimbang soal manfaat dari upaya renegosiasi. Tentu saja harus menguntungkan bagi negara dan masyarakat sekitar," ungkap Franky.