Pengamat komoditas menilai harga minyak mentah berpotensi mengalami penaikan di kisaran US$57,10 hingga US$ 60 per barel pada minggu ini. Namun, penaikan masih bersifat koreksi dan terbatas.
Analis PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan harga minyak perlu mencatatkan level penutupan harian yang semakin tinggi setiap harinya untuk melanjutkan momentum kenaikan.
"Hal itu karena kegagalan penaikan dapat mengembalikan tekanan penurunan harga," ujarnya melalui surat elektronik, Jumat (26/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, menurutnya minyak mentah masih diperdagangkan di dalam level lemah yang mengisyaratkan masih adanya tekanan penurunan. "Namun, minyak perlu mencatatkan level penutupan harian di bawah support U$53,55 per barel untuk menambah tekanan penurunan," ujarnya.
Dari sisi fundamental, menurutnya musim dingin di berbagai negara dapat memberikan harapan akan terjaganya outlook permintaan. "Permintaan minyak cenderung meningkat ketika dunia mengalami musim dingin yang jatuh pada periode Desember - Februari," katanya.
Zulfirman menilai investor juga khawatir akan potensi terganggunya ekspor minyak Libya setelah roket meledakan tangki penyimpanan minyak di pelabuhan minyak Es Sider, pelabuhan minyak terbesar di Libya.
"Ini mungkin dapat memberikan sentimen positif untuk jangka pendek," ujar Zulfirman.
Namun, lanjutnya, investor masih cemas dengan melimpahnya suplai di pasar saat outlook permintaan energi dunia cukup rapuh terkait merebaknya ancaman perlambatan ekonomi global.
Adapun anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Irak, dan Iran telah mengisyaratkan tidak memangkas produksi minyaknya. Zulfirman menilai hal ini menjaga sentimen negatif terhadap minyak.