KEBIJAKAN SUBSIDI BBM

Organda Keluhkan Harga Solar Hanya Turun Secuil

CNN Indonesia
Kamis, 01 Jan 2015 14:22 WIB
Solar digunakan oleh 90 persen angkutan umum penumpang dan angkutan barang logistik yang banyak mengangkut bahan makanan pokok serta bahan produksi industri.
Caption Ratusan supir angkot melakukan unjuk rasa di depan kantor Walikota Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (19/11). Mereka menuntut pemerintah Kota Kendari segera menyesuaikan jumlah tarif angkutan umum, untuk tarif pelajar menjadi Rp 4.000 dari sebelumnya Rp 2.500 dan untuk penumpang umum Rp 6.000. (ANTARA FOTO/Ekho Ardiyanto)
Jakarta, CNN Indonesia --
Kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar sebesar 3,44 persen menjadi Rp 7.250 per liter dikeluhkan Ketua Umum Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Eka Sari Lorena.
Padahal menurut Direktur PT Eka Sari Lorena Transport Tbk tersebut, solar digunakan oleh 90 persen angkutan umum penumpang dan angkutan barang logistik yang banyak mengangkut bahan makanan pokok serta bahan produksi industri. Sementara premium diturunkan Rp 900 menjadi Rp 7.600 atau 10,58 persen.
“Padahal lebih dari 90 persen konsumsi premium digunakan oleh kendaraan pribadi. Jadi penurunan harga solar yang persentasenya kecil itu tidak akan berdampak dalam upaya revitalisasi angkutan umum,” ujar Eka kepada CNN Indonesia, Rabu (31/12) 
Dia beralasan, pengusaha angkutan umum tidak akan terbantu dengan penurunan harga solar tersebut karena kebijakan yang diambil pemerintah itu tidak bisa menurunkan harga suku cadang yang juga sangat membebani biaya operasional perusahaan.
Eka mencatat, harga suku cadang angkutan umum sejak Januari-November 2014 naik rata-rata 15-30 persen. Harga tersebut kemudian naik lagi 10-25 persen ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada pertengahan November lalu sebesar Rp 2.000 per liter untuk premium dan solar.
“Apakah kemudian dengan menurunkan harga BBM per 1 Januari 2015, harga suku cadang bisa diturunkan? Apalagi 60 persen lebih suku cadang angkutan umum masih impor dari luar negeri dan terdampak pelemahan rupiah. Kondisi seperti ini tidak diantisipasi oleh pemerintah, tidak seperti industri lain yang lebih didengarkan oleh pemerintah,” keluh Eka.
Satu-satunya cara untuk membantu pengusaha angkutan umum menekan biaya operasional adalah jika pemerintah bersedia memberikan lebih banyak lagi insentif fiskal untuk impor suku cadang dan insentif perpajakan lainnya.
“Kami memang baru saja mendapatkan fasilitas diskon 70 persen untuk bea balik nama angkutan baru. Itu pun setelah kami mengancam akan melakukan mogok nasional pada November 2014 kemarin. Itu juga setelah Organda berjuang sejak tahun 2.000 lalu,” ujar Eka.


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER