Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya mampu mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 981,9 triliun atau 91,5 persen dari target Rp 1.072 triliun di APBNP 2014. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan
shortfall pajak Rp 90 triliun disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi, pelemahan impor, dan penurunan harga minyak sawit (CPO) di pasar internasional.
"Hampir semua jenis penerimaan perpajakan lebih rendah dari tergetnya. Hal ini terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi pada sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan," jelas Bambang dalam jumpa pers di kantornya, Senin (5/1).
Dalam dokumen pemaparannya, Menkeu menjelaskan penyumbang terbesar
shortfall adalah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 70,9 triliun, dengan hanya membukukan penerimaan Rp 404,7 triliun atau 85,1 persen dari target Rp 475,6 triliun. Kemudian diikuti oleh pajak penghasilan (PPh) non-migas yang meleset sebesar Rp 55,9 triliun, dengan pencapaian sebesar Rp 460,1 triliun atau 94,7 persen dari target Rp 486 triliun.
Sementara itu, realisasi penerimaan negara yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 2014 sebesar Rp 161,63 triliun atau 93,04 persen dari target APBNP Rp 173,73 triliun.
Melemahnya kinerja ekspor dan impor ditengah penurunan harga komoditas dunia menjadi penyebab melesetnya realisasi penerimaan kepabenaan. Secara kumulatif, realisasi pendapatan negara sebesar Rp 1.537,2 triliun atau 94 persen dari target APBNP 2014 yang sebesar Rp 1.635,4 triliun. Sementara anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk belanja negara mencapai Rp 1.764,6 triliun atau 94 persen dari pagu Rp 1.876,9 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(ags/ags)