Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia menunjuk Maroef Sjamsuddin sebagai Presiden Direktur perseroan menggantikan Rozik B. Soetjipto yang memasuki masa pensiun ditengah renegosiasi kontrak karya dengan pemerintah.
Tidak main-main, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut mempercayakan kursi pimpinannya kepada purnawirawan TNI yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Intelijen Negera (BIN).
“Saya menerima kesempatan memimpin Freeport dan berharap dapat bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan sejalan dengan pelaksanaan strategi investasi jangka panjang di Papua,” ujar Maroef dalam siaran pers, dikutip Rabu (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Maroef fokus utama Freeport dibawah kepemimpinannya adalah berhasil mengembangkan tambang baru di Papua yang diharapkan bisa memberikan manfaat bagi karyawan, masyarakat, dan pemerintah.
“Ini merupakan saat yang paling menarik bagi Freeport untuk mengembangkan tambang baru di Papua, sehingga bisa bermanfaat bagi seluruh pemangku kepentingan sepanjang beberapa dekade yang akan datang,” katanya.
Pembukaan tambang baru di Papua yang disebut Maroef terkait dengan
rencana Freeport melanjutkan kegiatan produksi tambang bawah tanah di wilayah kerja Big Gossan, DOZ, dan Grasberg. Namun untuk bisa memperoleh izin menggali hasil tambang tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendesak Freeport untuk membangun pabrik pengolahan konsentrat atau
smelter di wilayah Papua.
"Kapasitas
smelter yang akan dibangun Freeport di Gresik hanya berkapasitas 1,6 juta ton per tahun, sementara total produksi tambang bawah tanah diperkirakan mencapai 3,2 juta ton. Jadi mereka harus buat
smelter baru dan kami memintanya dibangun di Papua," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R. Sukhyar di Jakarta, Selasa (23/12).
Kewajiban membangun
smelter di Papua tersebut merupakan
salah satu dari empat syarat dari pemerintah dalam proses renegosiasi kontrak karya dengan Freeport. Selain smelter di Papua, syarat lainnya adalah menempatkan satu orang direksi dalam tubuh manajemen Freeport yang berasal dari Pemerintah, adanya alokasi khusus dana pengembangan bagi masyarakat di sekitar wilayah tambang atau
corporate social responsibility (CSR); serta pengetatan prosedur keselamatan kegiatan produksi.
Dengan adanya tambahan empat klausul ini, artinya Freeport akan mendapatkan kewajiban baru untuk bisa tetap beroperasi di Indonesia. Di luar empat klausul baru, perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat tersebut masih belum menyepakati salah satu klausul awal dalam amandemen kontrak pertama terkait penerimaan negara.
Namun, sampai kemarin proses renegosiasi kontrak karya antara pemerintah dengan manajemen Freeport masih jalan di tempat.
(gen)