Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mendukung kebijakan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang ingin menerbitkan peraturan terkait penerapan tarif batas bawah tiket pesawat.
Head of Research Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Wismono Nitidihardjo menjelaskan dapat memahami alasan Menteri Perhubungan melarang maskapai nasional menjual tiket terlalu murah jika harus mengorbankan aspek keselamatan penerbangan.
“INACA tidak mencampuri bisnis, tapi menyampaikan pandangan secara prinsip saja bahwa kalau peraturan tersebut bisa menjamin kelangsungan industri penerbangan maka silahkan saja diberlakukan,” kata Wismono kepada CNN Indonesia, Rabu (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Wismono berpendapat, penilaian Menteri Perhubungan bahwa maskapai penerbangan yang terlalu gencar menjual tiket murah dipastikan melupakan aspek keselamatan sebagai penilaian yang keliru.
“Harga tiket bisa dijual murah itu bukan karena mengurangi biaya teknis perawatan pesawat dan biaya lain terkait keselamatan penerbangan. Maskapai
low cost carrier (LCC) bisa menjual tiket murah karena mereka tidak menjual kemewahan dalam penerbangan yang dilayaninya, berbeda dengan maskapai
full service,” jelas Wismono.
Dia mencontohkan maskapai
full service seperti PT Garuda Indonesia Tbk atau PT Batik Air menyediakan
lounge khusus untuk penumpangnya, kemudian menyediakan makanan dan minuman gratis dalam penerbangan,
inflight magazine, dan fasilitas lainnya sehingga menyebabkan harga tiket yang dijualnya lebih tinggi untuk menutupi biaya penyediaan layanan yang juga tinggi.
Sementara maskapai LCC seperti PT Citilink Indonesia, PT Indonesia AirAsia, dan PT Lion Mentari Airlines tidak menyediakan semua fasilitas tersebut untuk penumpangnya sehingga bisa menjual tiketnya dengan harga lebih rendah.
“Murahnya harga tiket yang bisa dijual maskapai LCC bukan karena tidak melakukan perawatan pesawat, tetapi karena tidak mengoperasikan pesawatnya dengan menawarkan kemewahan fasilitas,” kata Wismono.
Perbedaan standar pelayanan itu sendiri menurut Wismono sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Aturan tersebut menurutnya telah menyebutkan dengan jelas layanan apa saja yang diperoleh penumpang dengan membeli tiket pesawat dari tiga jenis maskapai penerbangan yaitu
full service,
medium service, dan
no frills atau LCC.
“Jadi ada standar pelayanan yang berlaku untuk tiga jenis layanan maskapai. Perbedaannya hanya disitu saja, tidak ada yang mengabaikan faktor keselamatan,” tegasnya.
Sebelumnya
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengkritisi kebijakan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang kembali menerapkan kebijakan tarif batas bawah tiket penerbangan.
Alasan Jonan yang menilai harga tiket yang terlalu murah serta perang harga tiket yang kerap terjadi membuat maskapai nasional mengurangi biaya teknis terkait keselamatan penerbangan.
Jonan membatasi harga tiket termurah yang harus dijual maskapai nasional adalah 40 persen dari harga tiket terendah tarif batas atas sehingga maskapai memiliki ruang lebih untuk melakukan hal teknis terkait keselamatan.
Namun menurut Ketua KPPU Muhammad Nawir Messi, tidak ada korelasi antara rendahnya harga tiket dengan faktor keselamatan penerbangan yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat.
“Terjadinya kecelakaan pesawat itu tidak ada hubungannya dengan harga tiket murah. Coba cek dulu di internal birokrasi Kementerian Perhubungan dan otoritas bandara, ada faktor kelalaian yang menyebabkan kecelakaan atau tidak? Jadi bukan persoalan tiket murah,” ujar Nawir.
(gen)