Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Industri tabung Baja (Asitab) mempertanyakan rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjuk PT Pindad (Persero) sebagai penyedia tunggal tabung gas elpiji 3 kilogram dan
converter kit. Ketua Umum Asitab Tjiptadi Kebijakan tersebut dinilai tidak adil dan tidak transparan karena menutup ruang usaha puluhan industri tabung baja yang kesulitan untuk bertahan.
Seperti diberitakan sebelumnya,
PT Pindad (Persero) memperoleh kepercayaan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk mengerjakan pembuatan 2 juta tabung elpiji 3 kilogram (kg) dan 50 ribu converter kit gas untuk nelayan. Proyek tersebut merupakan bagian dari rencana pemerintah meningkatkan kembali penggunaan bahan bakar gas (BBG) di masyarakat sehingga bisa menekan konsumsi bahan bakar minyak (BBM).
"Kalau dikasih semua ke Pindad tidak
fair. Seharusnya sesuai dengan Perpres No.104/2007 PT Pertamina (Persero) adalah pelaksana pengadaan tabung dan pengisian elpiji 3 kg," ujar Tjiptadi kepada CNN Indoensia, Ahad (18/1).
Tjiptadi mengatakan sejak Oktober 2010 praktis order pengadaan tabung elpiji lewat Pertamina berhenti. Hal ini membuat jumlah produsen tabung gas yang tergabung dalam Asitab menyusut drastis, dari 174 industri tinggal sekitar 20 perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu pun mereka tidak kerja selama tiga tahun lebih," katanya.
Apabila Pindad mampu memproduksi 10 ribu tabung gas per hari, Tjiptadi memastikan produsen tabung gas lain tidak akan kebagian jatah. Selain itu, pengadaan tabung gas oleh Pindad juga akan menimbulkan masalah baru karena proses pengisian elpiji-nya harus lewat Pertamina.
"Karena pengisian elpiji perdana harus dari Pertamina. Itu untuk menghindari praktik ilegal," tuturnya.
Program Salah SasaranTjiptadi menilai selama ini pengawasan dan pengendalian distribusi elpiji 3 kg sangat lemah mengingat praktik ilegal pengoplosan ke tabung gas 12 kg masif terjadi. Selain itu, penikmat elpiji 3 kg juga salah sasaran karena cukup banyak kelompok masyarakat kelas menengah ke atas yang ikut menggunakannya.
"Sekarang yang seharusnya konversi ini kenapa tidak dikontrol. Padahal targetnya dulu 58 juta KK (kepala keluarga), tapi sekarang kelas menengah ke atas ikut pakai," katanya dengan ketus.
(ags/ags)