Jakarta, CNN Indonesia -- Maskapai dan infrastruktur penerbangan Indonesia dinilai belum siap berkompetisi dalam pasar terbuka penerbangan Asean 2015 (Asean Open Sky 2015). Dalam sebuah acara temu media, Rabu (21/1), ahli audit dan kelayakan terbang Edwin Soedarmo mengemukakan kekhawatirannya akan kondisi industri penerbangan di Indonesia.
"Apakah Indonesia siap menghadapi Open Sky? Jujur saja kita tidak siap baik dari aspek teknis, infrastruktur, dan kebijakan. Apabila tidak dilakukan perbaikan maka akan sulit bagi maskapai nasional bersaing dengan pesaing dari negara lain," ungkapnya.
Dia menjelaskan pertumbuhan rata-rata jumlah kedatangan penumpang internasional dan domestik ke Indonesia sampai 2025 diprediksi mencapai 7,5 persen dan 8,9 persen per tahun. Sementara peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur penerbangan Indonesia masih di bawah itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari segi keamanan penerbangan pun Indonesia masih ada di kategori 2 peringkat keselamatan penerbangan dari Federal Aviation Administration (FAA), Kementerian Transportasi Amerika Serikat.
Dia mencontohkan, apabila Indonesia nantinya dianggap tidak memiliki kemampuan yang setara dengan persyaratan keamanan terbang internasional yang ditetapkan International Civil Aviation Organization (ICAO) bukan tidak mungkin wewenang pengaturan lalu lintas udara di atas wilayah kedaulatan Indonesia akan diserahkan ke negara lain yang sudah lebih siap.
“Selain itu, dengan terbatasnya teknologi dan personel
Air Traffic Controller (ATC) seperti saat ini, Indonesia akan kesulitan dalam mengatur semakin padatnya lalu lintas penerbangan nantinya,” ujar Edwin.
Dia juga menambahkan nantinya pemerintah sebagai regulator harus menelaah kembali Undang-undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal tersebut perlu untuk memastikan regulasi Indonesia telah sesuai dengan Asean Multilateral Agreement serta tetap menjamin terciptanya persaingan usaha yang sehat di industri penerbangan Indonesia.
Asean Open Sky 2015 merupakan kesepakatan membuka persaingan bebas industri penerbangan dari maskapai hingga operator bandara yang dibuat para pemimpin Asean di Bali pada Oktober 2003.
Kesepakatan tersebut mulai berlaku penuh pada 30 Juni 2015, di mana Pemerintah Indonesia sendiri sudah menetapkan akan membuka lima bandara yang dapat dimasuki maskapai negara lain secara terbuka yaitu Soekarno-Hatta Cengkareng, Juanda Surabaya, Ngurah Rai Bali, dan Hasanuddin Makassar.
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Arif Wibowo mengaku maskapai Indonesia masih membutuhkan bantuan pemerintah untuk dapat meningkatkan daya saing jelang Open Sky berlaku mencakup regulasi, infrastruktur, dan juga aspek komersialisasi dalam bisnis aviasi. Tujuh hal tersebut adalah:
1. Menaikkan level keselamatan penerbangan dalam hal safety untuk bisa masuk kategori standar FAA.
2. Penataan ulang bandara agar terbentuk interkonektivitas.
3. Penurunan biaya avtur yang dianggap masih terlalu tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
4. Penerapan kebijakan 0 persen bea masuk bagi komponen pesawat.
5. Perlu kebijakan tarif yang pro pasar guna melindungi kepentingan konsumen sekaligus melindungi bisnis maskapai penerbangan
6. Peningkatan kapasitas produksi sumber daya manusia seperti pilot, mekanik, instruktur dan inspektur penerbangan.
7. Penerapan
fixed based operation (FBO) untuk penerbangan tidak berjadwal (
charter) pada setiap bandara.
(gen)