Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah terus memperhatikan perkembangan harga minyak dunia setelah memutuskan mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan menerapkan subsidi tetap untuk solar Rp 1.000 per liter mulai 1 Januari 2015. Fluktuasi harga minyak dunia sangat berpengaruh terhadap perubahan harga jual BBM yang ditetapkan setiap dua minggu sekali tersebut.
Namun Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin mengatakan dengan ditetapkannya asumsi harga minyak dalam RAPBNP 2015 sebesar US$ 60 per barel, membuat pemerintah harus menyiapkan kebijakan khusus dalam penetapan harga jual BBM tersebut. Sebab pergerakan harga minyak yang bisa turun dan naik, akan berpengaruh pada kas negara.
Naryanto mencatat saat ini harga minyak dunia berada pada kisaran US$ 46 sampai US$ 50 per barel. Jika harga terus turun dan menyentuh US$ 30 per barel, maka akan membahayakan bagi penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu pemerintah tengah menghitung agar harga BBM bisa ditetapkan pada angka minimal tertentu. Sebab pemerintah tidak bisa menetapkan harga minyak terlalu rendah, sehingga selisih harga penjualan yang disebut sebagai keuntungan itu akan disimpan menjadi tabungan untuk menutupi saat harga minyak naik lagi.
“Kalau nanti akhir tahun harga minyak naik sampai US$ 70 hingga US$ 80 per barel dan harga premium menjadi Rp 9.500 per liter, mau tidak mau pemerintah harus memberikan subsidi lagi,” ujar Naryanto di Jakarta, Senin (9/2).
Sayangnya Naryanto mengaku belum bisa menyebutkan berapa harga batas bawah dan batas atas yang akan ditetapkan pemerintah guna mengantisipasi perubahan harga minyak dunia tersebut. Sebab perhitungan yang dilakukan timnya dengan Kementerian Keuangan masih belum selesai.
Sementara itu, kebijakan pemerintah untuk tidak lagi memberikan subsidi bagi BBM jenis premium diyakini akan menekan konsumsi premium di masyarakat akibat banyak yang beralih ke BBM non subsidi dengan kualitas yang lebih tinggi yaitu pertamax.
Pelaksana Tugas Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM M. Rizwi J. Hisjam mengatakan berkurangnya konsumsi premium di masyarakat akan turut menekan jumlah impor BBM RON 88 menjadi hanya 40-50 persen saja dari total konsumsi premium nasional.
Rizwi mencatat berdasarkan realisasi impor BBM tahun lalu, ada perbedaan mencolok antara perencanaan dengan realisasi impor yang dilaporkan Pertamina.
“Tahun lalu impor BBM RON 88 mencapai 60 persen. Setelah subsidi premium dicabut, kami perkirakan impornya hanya sekitar 40-50 persen saja,” ujar Rizwi.
Penetapan Anggaran Subsidi Akhir pekan lalu, Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah telah menyepakati besaran subsidi BBM dan listrik dalam RAPBNP 2015. Rinciannya adalah sebesar Rp 64,67 triliun ditetapkan sebagai nilai subsidi BBM tahun ini. Nilai subsidi BBM tersebut terdiri dari subsidi minyak tanah, solar, elpiji tabung ukuran 3 kilogram, bahan bakar nabati (BBN), dan LGV.
Sementara subsidi listrik disepakati pada angka Rp 64,84 triliun.
Dalam rapat kerja Komisi VII dengan Menteri ESDM sebelumnya diperoleh kesepakatan kuota BBM subsidi yaitu minyak tanah sebesar 0,85 juta kiloliter (KL) dan solar 17,05 juta KL. Disepakati juga pemberian subsidi tetap sebesar Rp 1.000 per liter untuk solar serta menaikkan alpha BBM bersubsidi menjadi Rp 1.000 per liter.
Selain itu, disepakati pula volume subsidi elpiji tabung 3 kg sebesar 5,766 juta metrik ton dan subsidi LGV Rp 1.500 per liter.
Sementara untuk subsidi BBN disepakati subsidi biodiesel sebesar Rp 4 ribu per liter dan subsidi bioethanol sebesar Rp 3 ribu per liter.
(ded/ded)