Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Ronny Gunawan mendesak pemerintah segera menetapkan kesepakatan harga jual-beli listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Sebab, penjualan listrik selama ini belum mengakomodir kepentingan PGE.
Sebagai informasi, saat ini harga jual listrik (feed in tariff/FIT) masih mengacu pada patokan harga jual dalam Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012 tentang Penugasan kepada PT PLN (persero). Dalam aturan tersebut, harga jual listrik ke PLN berada di kisaran US$ 0,1 sampai US$ 0,18 per Kilowatt Hour (Kwh).
"Kami ingin Feed in Tariff ditetapkan oleh Pemerintah. Jadi ada harga yang ditetapkan, dan keuntungannya bisa langsung dihitung," ujar Ronny di Jakarta, Selasa (24/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penetapan Feed in Tariff oleh pemerintah, jelas Ronny, diperlukan untuk memastikan waktu pembangunan proyek pembangkit. Pasalnya, negosiasi kontrak terkait kesepakatan harga listrik antara produsen dan pembeli serigkali membutuhkan waktu yang panjang.
"Jika sudah ditetapkan, mau tidak mau pengembang harus mengikuti ketetapan. Kalau harga tidak jelas seperti sekarang, negosiasi akan berlangsung lama dan mengganggu pembangunan," tutur Ronny.
Sebagai gambaran, untuk mendapatkan harga jual tarif listrik dari PLTP Karaha Bodas senilai US$ 9,7 sen per kwh perseroan harus melewati mekanisme yang panjang bersama PLN. Berangkat dari hal tersebut, anak usaha PT Pertamina (Persero) itu pun berharap penetapan Feed in Tariff bisa diputuskan dalam waktu dekat.
"Memang akan ada salah satu pihak yang diuntungkan dalam penetepan harga ini. Tapi kami siap. Toh, kalau PLN atau PGE yang diuntungkan, kan sama-sama punya negara," kata Sekretaris Perusahaan PGE, Tafip Azimudin menambahkan.
Meski begitu, Tafip enggan membeberkan besaran Feed in Tariff yang diharapkan oleh perseroan. "Semuanya kami kembali ke pemerintah," pungkasnya.