Perusahaan Petrokimia Jerman Tagih Janji Pasokan Gas Bumi

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 03 Mar 2015 09:59 WIB
Terhambatnya pasokan gas bumi menjadi penyebab tidak optimalnya arus investasi masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus Teluk Bintuni, Papua Barat.
Ilustrasi pi
Jakarta, CNN Indonesia -- Terhambatnya pasokan gas bumi menjadi penyebab tidak optimalnya arus investasi masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus Teluk Bintuni, Papua Barat. Masalah pasokan gas juga turut mengganjal perusahaan asal Jerman, PT Ferrostaal Indonesia untuk merealisasikan investasi pabrik petrokimia senilai US$ 2 miliar di kawasan tersebut.

Ferrostaal sendiri sudah menyampaikan komitmen investasinya sejak 2013 lalu kepada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun sampai tongkat komando pemerintahan dipegang oleh Joko Widodo, belum ada tanda-tanda kepastian pasokan gas bumi yang dibutuhkan sebanyak dua trillion cubic feet (TCF) untuk jangka waktu 30 tahun.

“Bahkan kami sudah mengupayakan pengadaan gas bumi di rencana lokasi pabrik sejak 2012, dan hal ini cukup melelahkan. Padahal kami pikir harusnya tak ada masalah soal suplai gas di Papua," ujar Chief Executive Officer Ferrostaal GmbH Klaus Lesker ketika ditemui di Gedung Kementerian Perindustrian, Senin malam (2/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan tanpa adanya kepastian pasokan gas bumi, hal tersebut bisa mempengaruhi kapasitas produksi perusahaan mengingat gas bumi yang diminta akan digunakan sebagai bahan baku.

Bahkan, pasokan gas bumi ini juga ikut berpengaruh terhadap nilai investasi total yang harus dikeluarkan oleh perusahaan meskipun pada 2013 lalu mereka pernah mengatakan akan berinvestasi sekitar US$ 2 miliar.

“Kami berinvestasi miliaran dolar, namun belum bisa memberikan angka pastinya karena tergantung berapa banyak produk yang bisa dihasilkan. Selain itu, kapasitas produk kami yang terdiri dari propilen, metanol, dan produk downstream lainnya itu juga tergantung dari gas yang dipasok," tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Basis Manufaktur Harjanto mengatakan akan membuat fasilitas bersama dengan industri lain seperti ketenagalitrikan dan pasokan gas bumi. “Kami juga sudah bicarakan mengenai fasilitas bersama dengan PT Pupuk Indonesia. Memang mereka sudah dapat pasokan gas hingga 182 MMSCFD, tapi kan mereka butuhnya sebanyak 202 MMSCFD," ujarnya ketika ditemui di tempat yang sama.

Dia berharap hal ini cepat terealisasi mengingat nilai tambah produk olahan gas bumi lebih besar dibanding penggunaan gas bumi sebagai bahan bakar. "Kalau dipakai untuk LNG tidak sustain, hanya bisa digunakan selama 12 tahun," imbuh Harjanto.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei di Sumatera Utara serta Teluk Bintuni di Papua Barat terhambat akibat minimnya pasokan gas bumi. Kawasan Industri Teluk Bintuni yang seluas 2.344 hektar ini nantinya memang diperuntukkan bagi pengembangan industri petrokimia dan pupuk dengan harapan bisa menyerap investasi sebesar US$ 10 miliar.

Sedangkan Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat adanya sembilan proyek mangkrak di Papua dan Papua Barat dengan nilai investasi mencapai Rp 16,88 triliun. Dua diantara sembilan proyek mangkrak tersebut tercatat bergerak di sektor industri petrokimia. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER