Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang Financial Action Task Force (FATF) resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam (
black list) negara rawan pendanaan teroris. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut ada empat dampak penting bagi ekonomi nasional setelah Indonesia keluar dari daftar hitam.
"Secara langsung maupun tidak langsung, negara yang masuk daftar hitam akan menjadi perhatian bagi para investor dunia sebelum mereka berbisnis di sini," kata Wakil PPATK Agus Santoso saat berbincang dengan CNN Indonesia di ruang kerjanya, Selasa lalu (3/3).
Agus menjelaskan, empat dampak positif bagi ekonomi Indonesia tersebut yaitu persepsi negara berisiko (
country risk) turun; peringkat layak investasi (
investment grade) berpotensi naik dari saat ini
BBB menjadi AAA; suku bunga kredit perbankan asing ke debitur nasional turun; dan perhatian calon investor terhadap risiko keamanan di dalam negeri berkurang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dapat cerita, pengusaha Indonesia yang mengajukan pinjaman ke bank asing bisa mendapat perbedaan suku bunga. Bedanya bisa sampai 2 persen dibanding pengusaha dari negara lain yang juga meminjam," ujar Agus.
Menurut Agus, perbedaan tingkat suku bunga itu terjadi lantaran bank kreditur membebankan biaya risiko sebagai bentuk mitigasi pengembalian.
"Ada cost yang lebih sebagai kompensasi karen ada profil risiko yang lebih besar di Indonesia ini karena dianggap tidak memiliki kepastian hukum atas pendanaan dan aliran dana teroris," kata Agus.
Indonesia diketahui masuk dalam daftar hitam FATF, lembaga yang dibentuk negara-negara G20, sejak tahun 2012. Hal itu terjadi setelah Indonesia dianggap tidak serius memerangi pendanaan terorisme pada tahun 2010.
Saat itu, Indonesia memiliki dua rancangan undang-undang yaitu RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang dan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pidana Pendanaan Terorisme. Namun pada tahun tersebut, hanya disahkan UU Pencucian Uang Nomor 8 tahun 2010.
Untuk keluar dari daftar hitam, PPATK bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorism (BNPT), Kapolri, Menteri Luar Negeri, dan Ketua Mahkamah Agung (MA) menandatangani surat keputusan bersama (SKB) yang mengatur setidaknya tiga hal.
Ketiga poin tersebut yaitu proses pembekuan aset terduga teroris yang ada dalam daftar UNSC 1267 sudah bisa dilakukan dalam waktu tiga hari, dari sebelumnya butuh 30 hari; Indonesia telah melakukan renewal process untuk memperpanjang aset teroris yang dibekukan, dari sebelumnya pembekuan hanya bisa dilakukan enam bulan dan diperpanjang tiga bulan sebanyak dua kali; dan sistem peradilan di Indonesia menyetujui hanya untuk melakukan delisting terduga terors jika nama mereka telah dikeluarkan oleh UNSC.
Akhirnya, sidang FATF di Paris, Perancis, pada 24 Februari 2015, resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam. Saat ini Indonesia ada dalam grey list sebelum dihapus sama sekali dari daftar negara yang bermasalah dalam pendanaan terorisme.
Sebanyak enam negara dan dua lembaga akan melakukan peninjauan atas status
grey list Indonesia pada Mei 2015. Enam negara dan dua lembaga itu akan bertemu dengan sejumlah petinggi di Indonesia, serta pihak industri dan perbankan untuk memastikan Indonesia telah benar-benar menerapkan standar internasional dalam mencegah dan memberantas pidana pendanaan teroris. "Mereka akan meminta
political commitment dari pejabat tinggi terkait di sini, serta mengonfirmasi kepada industri dan perbankan," tutur Agus.
(rdk/ags)