Jakarta, CNN Indonesia -- Aston Martin menilai Indonesia merupakan pasar yang cukup potensial untuk menjual mobil-mobil mewah keluaran pabriknya. Kendati demikian, produsen otomotif Inggris ini belum akan memasukkan Indonesia dalam radar basis produksinya.
Joerg Kelling, Chief Executive Officer Aston Martin Jakarta, mengatakan Indonesia belum menunjang efisiensi produksi mobil mewah secara massal. Tnpa ada fasilitas perakitan yang mumpuni, dia melihat biaya yang harus dikeluarkan Aston Martin akan sangat tinggi untuk memproduksi.
"Untuk membuat mobil mewah, komponen yang digunakan tidak boleh sembarangan. Produksi mobilnya harus berkesinambungan dari awal hingga akhir dan harus diproduksi dalam volume yang besar. Sedangkan Indonesia tak punya fasilitas SKD (Semi Knock-Down Kit)dan CKD (Complete Knock-Down Kit) untuk mobil mewah," jelas Kelling selepas peluncuran Aston Martin di Indonesia di Jakarta, Rabu (18/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produksi SKD dan CKD yang dimaksud Kelling adalah produksi komponen-komponen mobil yang mampu membentuk satu kesatuan mobil secara utuh. Sebagai produsen mobil mewah, maka produksi sebagian besar komponen dilakukan harus sendiri oleh Aston Martin.
"Atas alasan tersebut, maka pabrik Aston Martin hanya terdapat di Gaydon, Inggris karena pusat fasilitas kita ada di situ. Kami tak memiliki pabrik Aston Martin lainnya di dunia, hanya di sana (Inggris) saja," tuturnya.
Dengan hanya mengandalkan produksi dari satu pabrik, Kelling mengatakan tak heran jika produksi Aston Martin sejak 1950 hingga sekarang hanya berjumlah 75 ribu unit. "Makanya pengguna Aston Martin terbilang jarang di dunia," ujarnya.
Baca juga: Tiga Varian Mewah Aston Martin Segera Mengaspal di JakartaBadan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi penanaman modal asing di Indonesia untuk sektor pembuatan alat transportasi mencapai US$ 2,06 miliar pada tahun lalu. BKPM mengabarkan akan ada perluasan investasi skala besar di sektor otomotif pada awal tahun ini, yakni senilai US$ 600 juta dari Jepang dan US$ 200 juta dari Tiongkok.
(ags)