ADB: Harga BBM Idealnya Turun Ikut Tren Harga Minyak Global
Agust Supriadi | CNN Indonesia
Selasa, 24 Mar 2015 19:23 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menkeu Bambang Brodjonegoro (kedua kiri) seusai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2014 secara daring (e-filling) di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis, 19 Maret 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang telah memangkas subsidi energi dengan melepas harga bahan bakar minyak (BBM) pada mekanisme pasar. Namun, ADB mengingatkan agar pemerintah konsisten mengikuti tren yang terjadi di pasar global dengan menurunkan harga minyak mentah.
"Kalau memang market-nya mengharuskan harga BBM turun, ya kita juga harus turun," ujar Edimon Ginting, Deputy Cuntry Director ADB Indonesia di Jakarta, Selasa (23/3).
Pernyataan Edimon seakan menjadi respon atas rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM penugasan per 1 April 2015. Edimon menyatakan, pemerintahan Joko Widodo sudah betul mencabut subsidi premium lantaran upaya ini terbukti menciptakan ruang fiskal yang besar untuk mendukung pembangunan di sektor produktif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, kebijakan tersebut juga harus dijaga kesinambungannya agar tidak lagi mengalami kemunduran seperti di era pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono yang belum berhasil memitigasi risiko fiskal.
"Jangan seperti sebelumnya, kita break dan kemudian kita tertinggal lagi. Risiko fiskal harus dijaga karena itu menentukan arah anggaran dan menjamin kebutuhan untuk infrastruktur dan lain-lain cukup," tuturnya.
Pertimbangkan Sejumlah Faktor
Dalam penentuan harga BBM, jelas Edimon, sejatinya terdapat sejumlah faktor yang harus menjadi perhatian besar dari pemerintah. Tiga diantaranya meliputi harga rata-rata minyak mentah, tingkat produksi minyak (lifting), serta nilai tukar rupiah sebagai basis transaksi impor.
Selain itu, ia bilang, pemerintah juga perlu memperhatikan harga pokok produksi BBM di dalam negeri guna memastikan efisiensi dan harga jual di pasar domestik serta membiasakan masyarakat dalam menghadapi fluktuasi harga BBM.
Ada kajian untuk kelima faktor tadi dimaksudkan lantaran Indonesia tengah mencari alternatif sektor penggerak ekonomi baru yang lebih produktif dan berdaya saing. "Menghidupkan kembali sektor manufaktur adalah salah satu tantangan kebijakan terbesar Indonesia setelah comodity boom memudar. Indfonesia memerlukan sumber pertumbuhan ekspor baru untuk mengembalikan pertumbuhan PDB di atas 6 persen," katanya.(dim/gen)