Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said akan meminta pengecualian terhadap kewajiban menggunakan
Letter of Credit (L/C) kepada beberapa perusahaan minyak dan gas bumi (migas) yang selama ini melakukan ekspor ke luar negeri.
Permohonan pengecualian itu akan diajukan Sudirman kepada Kementerian Perdagangan sebagai otoritas yang mengeluarkan aturan.
"L/C sedang kita diskusikan dengan Kementerian Perdagangan. Sebab yang penjualan minyak itu memang selama ini transaksinya dengan negara, jadi cukup aman dari segi pengendaliannya," kata Sudirman di kantornya, Jakarta, Jumat (27/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan migas besar di Indonesia selama ini diketahui bertransaksi menggunakan telegraphic transfer (TT) yang kerap dimasukkan ke dalam perjanjian jual-beli atau
Sales and Purchase Agreement (SPA) dengan pembelinya di luar negeri.
Lantaran penggunaan TT juga sudah dinilai sudah secara transparan menjabarkan besaran angka dan nilai ekspor dan rutin dilaporkan ke negara, sehingga menurut Sudirman laporan devisa hasil ekspor (DHE) bisa jelas tercatat oleh negara.
"Mudah-mudahan kami bisa mendapatkan suatu pengecualian," kata Sudirman.
Sebelumnya PT Pertamina (Persero), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), dan Indonesia Petroleum Association (IPA) menolak pemberlakuan transaksi pembayaran menggunakan L/C yang rencananya akan diberlakukan mulai 1 April 2015.
"Karena hampir semua kontrak ekspor migas adalah kontrak jangka panjang dengan ketentuan pembayaran (biasanya via
Trust Account) yang terkait dengan pendanaan atau pinjaman proyek. Jadi tidak bisa diubah tanpa menimbulkan implikasi besar," ujar Direktur Eksekutif IPA Dipnala Tanzil.
Selain kontrak, faktor lain yang menjadi penyebab penolakan IPA terhadap aturan L/C karena adanya kesepakatan yang telah dibuat antara perusahaan migas dengan para pembelinya di luar negeri. Dipnala mengungkapkan banyak pembeli tidak bersedia mengeluarkan L/C lantaran dalam proses penerbitannya mereka harus mengeluarkan biaya tambahan sewaktu mengimpor produk migas dari Indonesia.
"Buyers (pembeli) adalah
companies dengan
credit rating tinggi dan beberapa sudah menyatakan tidak bersedia mengeluarkan L/C dan biaya tambahan," tegasnya.
Kemudian faktor ketiga ditolaknya kewajiban L/C dimaksudkan untuk meminimalisir berkurangnya penerimaan negara dari sektor ekspor migas. "Ketentuan kewajiban L/C akan menimbulkan tambahan biaya signifikan sehingga produk migas Indonesia akan menjadi tidak kompetitif lagi," pungkasnya.
(gen)