Watimpres dan Ekonom Usul Penetapan Harga BBM 6 Bulan Sekali

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Sabtu, 28 Mar 2015 18:35 WIB
"Di negara maju harga minyak naik turun hampir setiap hari, tetapi harga-harga stabil. Kalau di kita, setiap harga BBM naik, tarif angkutan naik."
Harga BBM ditentukan oleh harga minyak mentah di pasar dunia dan pergerakan nilai tukar dollar Amerika Serikat. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Indonesia dinilai belum siap menghadapi gejolak harga bahan bakar minyak (BBM) seperti yang terjadi di negara maju. Karena itu, Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) merekomendasikan periode penetapan harga BBM diperpanjang minimal setiap enam bulan sekali.

"Di negara maju harga minyak naik turun hampir setiap hari, tetapi harga-harga stabil. Kalau di kita, setiap harga BBM naik, tarif angkutan naik. Saya merekomendasikan ubah metode penetapan harga BBM setiap enam atau setahun sekali," ujar Anggota Watimpres Jhonny Darmawan dalam sebuah diskusi di Senayan, Sabtu (28/3).

Anjuran serupa juga disampaikan oleh ekonom senior yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen Bank Permata,Tony Prasetiantono. Menurutnya, Pemerintahan Joko Widodo terkesan ingin meniru kebijakan energi Amerika Serikat dan Australia yang melepas harga BBM mengikuti mekanisme pasar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia belum siap untuk itu. Indonesia tidak bisa selalu mengadopsi apa yang dianut negara maju," tuturnya.

Baca juga: Kementerian ESDM: Harga BBM Mungkin Naik Lagi Bulan Depan

Tony sangat mendukung rekomendasi yang ditawarkan Jhonny Darmawan mengenai skema penetapan harga BBM per enam bulan sekali. Namun, dia mengingatkan ada implikasi ke politik anggaran karena perpanjangan periode penetapan harga BBM mengharuskan pemerintah menganggarkan subsidj kembali.

"Saya pikir enam bulan sekali itu bagus. Cuma artinya harus disubsidi jika harga meleset dari proyeksi dan itu sulit karena di APBNP 2015 itu tidak dianggarkan dan kalau mau itu harus dengan persetujuan DPR," katanya.

Menurutnya, opsi mematok batas atas harga BBM (ceiling price) merupakan usulan lawas yang bisa dipertimbangkan. Artinya, ketika harga pasar melewati batas atas yang ditetapkan, maka selisih lebihnya menjadi beban subsidi pemerintah.

"Misalnya bensin dipatok Rp 7.000. Kalau harga pasarnya Rp 7.300, maka selisihnya yang Rp 300 ditutup dari subsidi," katanya.

Politik Minyak Global

Tony melihat kecenderungan harga minyak mentah global masih akan landai dengan rata-rata setahun ke depan diproyeksi sekitar US$ 60 per barel. Keyakinan Tony didasarkan pada stok minyak mentah yang melimpah pasca dikembangkannya shale gas di Amerika Serikat (AS).

"Cadangan minyak AS saat ini mencapai 1 triliun barel sejak ditemukan shale gas. Venezuela dan Arab Saudi yang merupakan penghasil minyak terbesar saja cadangannya hanya sekitar 300 miliar barel," jelasnya.

Baca juga: JK: Minyak Dunia dan Pelemahan Rupiah Picu Kenaikan Harga BBM

Gejolak harga minyak, kata Tony, tak hanya soal bisnis dan ekonomi tetapi juga kental akan politik internasional negara-negara penghasil minyak. AS dinilai tengah di atas angin atas musuh utamanya Rusia yang ekonominya sedang terpuruk akibat kejatuhan harga minyak.

"Demikian pula dengan Arab Saudi, dia tidak mau menurunkan produksi dari 10 juta barel per hari karena mau musuhnya Iran keteran. Jadi nuansa politiknya kental," jelasnya. (adt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER