Menteri Gobel Bakal Larang Impor Batik

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Sabtu, 11 Apr 2015 15:32 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai US$ 5,2 miliar pada 2013.
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan beserta Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam konferensi pers pelarangan penjualan minuman beralkohol oleh ritel dan pengecer di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (28/1). (CNN Indonesia/Giras Pasopati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah melarang impor pakaian bekas dan jeroan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan akan segera menerbitkan aturan mengenai larangan impor tekstil bermotif batik ataupun desain bercorak budaya Indonesa. Ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan pemerintah pada industri berbasis budaya Tanah Air.

“Kalau tidak impornya makin lama makin tinggi dan ini merugikan para pengrajin batik, mungkin (juga) songket. Kemarin saya diberi tahu juga dari Bali, kain khas Bali juga demikian, dibuat di Cina dan diekspor ke Indonesia yang sayangnya dilakukan oleh perusahaan Indonesia,” tutur Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dalam acara Jakarta International Handicraft Trade Fair ( INACRAFT) Award 2015 di Jakarta Convention Center, Jumat (10/4).

Kekhawatiran Rachmat memang beralasan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai US$ 5,2 miliar pada tahun 2013.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Impor terbesar berasal Tiongkok sebesar 136,8 ton, senilai US$ 2,1 juta. Setelah itu disusul oleh Italia yang mengirim produk batiknya ke Tanah Air sebesar 43,1 ton, senilai US$ 937,6 ribu. Negara lain mengekspor produk batiknya ke Indonesia adalah Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang.

Menurut Rachmat, nilai budaya bangsa yang terkandung dalam produk tersebut harus dijaga karena tidak ternilai harganya. Selain itu, keberadaan produk tersebut juga merugikan pelaku industri domestik karena harus bersaing harga dengan produk impor yang lebih murah.

“Saya menunggu dukungan dari Menteri Pariwisata dan mungkin juga Kepala Badan Ekonomi Kreatif untuk supaya kita bisa segera men-stop daripada impor-impor yang akan menggangu, bukan hanya mengganggu industri tetapi ini ada nilai budaya yang harus kita jaga,” ujarnya. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER