Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Februari 2015 nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 12,28 miliar turun 7,99 persen dibandingkan nilai ekspor Januari 2015 yang mencapai US$ 13,35. Sementara jika dibandingkan secara tahunan jumlah penurunannya lebih besar lagi yaitu 16,02 persen dari sebelumnya US$ US$ 14,63 miliar
Kepala BPS Suryamin menjelaskan penurunan ekspor Februari 2015 disebabkan oleh turunnya ekspor nonmigas sebesar 7,83 persen dari US$ 11,27 miliar menjadi US$ 10,39 miliar, sekaligus penurunan ekspor migas sebesar 8,82 persen dari US$ 11,27 miliar menjadi US$ 10,39 miliar. Meskipun harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik dari US$ 45,28 per barel pada Januari 2015 menjadi US$ 54,32 per barel pada Februari 2015.
Selama Februari 2015, negara tujuan ekspor dengan nilai tertinggi adalah Amerika Serikat sebesar US$ 1,18 miliar, Jepang US$ 1,13 miliar, dan India US$ 957,4 juta. Ketiga negara tersebut menyumbang 31,53 persen terhadap total ekspor Indonesia ke seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun menurut Suryamin, meskipun tren ekspor masih berada di jalur menurun namun pada Februari 2015, Indonesia justru mengalami surplus neraca perdagangan karena pada saat yang bersamaan nilai impor juga mengalami penurunan.
“Nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan impor yang senilai US$ 11,55 miliar. Secara kumulatif neraca perdagangan Indonesia pada 2015 juga mencatatkan surplus US$ 1,48 miliar,” kata Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Senin (16/3).
Suryamin mencatat impor Indonesia sepanjang Februari 2015 turun 8,42 persen dibandingkan impor Januari yang sebesar US$ 12,62 miliar. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, nilai impor Februari 2015 turun lebih besar mencapai 16,24 persen.
Statistik menunjukan, nilai impor Indonesia selama Januari-Februari 2015, yaitu US$ 24,16 miliar atau turun US$4,54 miliar setara 15,83 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada impor migas sebesar US$ 3,17 miliar atau 45,28 persen dan impor nonmigas sebesar US$ 1,37 miliar atau 6,32 persen.
"Impor migas turun akibat menurunnya impor minyak mentah sebesar 44,39 persen, penurunan impor hasil minyak 44,86 persen dan penurunan impor gas 44,39 persen. Semoga penurunan impor ini terus berlanjut," kata Suryamin.
Sementara negara yang paling banyak memasukkan barangnya ke Indonesia selama Januari-Februari 2015 masih di pegang oleh Tiongkok dengan nilai impor US$ 5,2 miliar atau naik 5,44 persen. "Padahal ekspor kita kesana masih turun, namun kita masih impor banyak dari Tiongkok," ujar Suryamin.
Negara kedua yang produknya paling banyak membanjiri pasar Indonesia adalah Jepang dengan nilai US$ 4,3 miliar, atau menurun 15,22 persen dari periode yang sama tahun lalu. Pangsa impor terbesar ketiga diduduki oleh Thailand senilai Us$ 1,34 miliar atau menurun 11,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Dari 10 golongan barang nonmigas utama , BPS mencatat tiga golongan barang mengalami peningkatan impor pada Februari 2015 dari Januari 2015, yakni serealia (13,24 persen), kendaraan bermotor dan bagiannya (9,15 persen), sisa industri makanan (8,36 persen). Sementara itu, impor tujuh golongan barang utama lainnya turun, di mana penurunan tertinggi dicatat oleh besi dan baja sebesar 17,54 persen dan golongan bahan kimia organik menurun 13,35 persen.
(gen)