Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Industri Kendaran Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku belum mengkaji lebih lanjut Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2015 tentang Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih dan Industri Sepeda Motor yang membatasi impor komponen sebesar 10 ribu unit per tahun.
Untuk sementara, Gaikindo menilai kebijakan tersebut sudah sejalan dengan rencana asosiasi yang ingin anggotanya mengurangi penggunaan komponen impor dalam rangkaian produksinya.
Seperti dijelaskan Ketua Umum Gaikindo Sudirman M. Rusdi, pembahasan mengenai peraturan terbaru Menteri Saleh Husin ini akan dibicarakan pada Jumat (17/4) mendatang bersama dengan anggota asosiasi lainnya. Sehingga ia mengaku belum bisa berkomentar banyak mengenai hal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jumat depan baru ditanyakan usulannya. Tapi intinya, kami juga sepakat bahwa industri perlu mengurangi ketergantungan terhadap barang impor. Karena di negara manapun, industri otomotif akan tumbuh jika kemampuan riset, pengembangan, serta penyediaan bahan bakunya dari dalam negeri," ujar Sudirman di Kementerian Perindustrian, Senin (13/4).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, sejak dua pekan lalu pemerintah telah memberlakukan peraturan menteri terbaru terkait dengan Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih dan Industri Sepeda Motor yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 tahun 2015. Salah satu poin perubahan utama dari peraturan tersebut adalah pembatasan impor bagi Completely Knock Down (CKD) sebesar 10 ribu unit per tahun demi meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri.
Dorongan untuk meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri pun juga diamini oleh Sudirman, yang mengaku jika biaya produksi industri otomotif pasti ikut membengkak apabila terjadi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ketika begitu mengandalkan komponen impor.
Oleh karena itu, Sudirman meminta agar industri komponen dalam negeri juga berkembang seiring dengan pertumbuhan produksi industri otomotif.
"Yang jelas, pelemahan rupiah terhadap dolar berdampak bagi ongkos produksi mengingat basis yang digunakan industri sekarang Rp 12.100 hingga Rp 12.200 per dolar Amerika Serikat. Padahal nyatanya sekarang nilai tukarnya lebih dari itu. Oleh karena itu, kami juga menginginkan adanya pengurangan komponen impor, jadi jika pabrik baru Krakatau Steel berjalan, semoga dari situ bisa dipasok outer part bagi produksi kami nantinya," tambahnya.
Selain masalah penggunaan komponen dalam negeri, Sudirman mengaku juga setuju atas ketentuan ekspor yang tercantum di dalam peraturan baru tersebut. Namun sayangnya ia belum bisa memastikan apakah seluruh anggota asosiasinya bisa meningkatkan ekspor seperti apa yang diinginkan Kementerian Perindustrian, terutama untuk mendukung pertumbuhan ekspor mencapai 300 persen hingga tahun 2019.
"Karena tiap merek beda-beda tujuan ekspornya, jadi kami tak bisa samakan targetnya. Jadi hal tersebut belum bisa ditentukan sampai sejauh ini," tuturnya.
Perlu diketahui bahwa ketentuan terbaru peraturan tersebut juga mewajibkan pemberlakuan ekspor pada tahun ke-tiga sejak diterbitkannya surat rekomendasi impor CKD. Namun, Kemenperin tidak menentukan berapa besaran proporsi produksi yang harus dialokasikan untuk ekspor.
(gen)