Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan bakal menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait praktik penyelewengan yang terjadi di indutri migas nasional.
Sebelumnya, BPK melansir bahwa praktik penyelewangan yang dilakukan oleh sejumlah Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp 12,45 triliun.
"Kami akan memanggil KKKS yang masuk dalam audit BPK. Yang pasti kami akan melakukan verifikasi ulang dan koreksi untuk menindaklanjuti laporan-laporan (temuan) tadi," ujar Kepala Hubungan Masyarakat SKK Migas, Rudianto Rimbono di Jakarta, Kamis (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rudianto mengungkapkan, untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK pihaknya akan meminta KKKS membeberkan data-data yang dituding terdapat praktik penyelewangan.
Dari sana, jajaran regulator hulu migas itu akan melakukan kroscek terhadap sejumlah komponen mulai dari besaran biaya penggantian invesasi KKKS oleh negara atau yang dikenal dengan cost recovery, hingga penjualan bagi hasil migas yang dituding transaksinya dilakukan tanpa sepengetahuan SKK Migas.
Sebelumnya, sejumlah pihak mendesak pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menindaklanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait praktik penyelewangan yang terjadi di sektor migas Indonesia.
Dari rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pekan lalu, BPK melansir telah terjadi penyelewangan di bisnis migas nasional yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 12,45 triliun.
Angka tersebut terdiri dari: Urung dibayarnya pajak bumi dan bangunan (PBB) wilayah kerja eksplorasi yang digarap oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) sebesar Rp 1,12 triliun; Piutang negara dari penjualan bagi hasil migas (entitlement) yang dilakukan oleh perusahaan senilai Rp 6,19 triliun; Serta ketidakpatuhan sembilan KKK terhadap ketentuan komponen cost recovery yang disinyalir mengurangi pendapatan negara hingga Rp 5,14 triliun.
“Maka dari itu kami meminta SKK Migas dan KKKS melakukan koreksi mengenai perhitungan cost recovery dan komponen apa saja yang boleh masuk di dalamnya. Pemerintah dan SKK Migas harus memberikan peringatan kepada KKKS untuk tidak mengulangi kesalahan mengenai penyusunan cost recovery yang nantinya malah membebankan pemerintah kedepannya,” tutur Yenny Sucipto, Sekretaris Jenderal FITRA.
(gir)