Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan memastikan pelaku industri hulu migas menggunakan produk buatan industri penunjang dalam negeri dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Hal itu sesuai dengan instruksi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang ingin mencantumkan kewajiban tersebut dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Menurut Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, untuk bisa meningkatkan kapasitas industri penunjang dalam negeri dibutuhkan intervensi pemerintah yang mewajibkan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) untuk menggunakan produk dalam negeri. Tanpa adanya kewajiban tersebut, maka KKKS masih akan tetap memilih menggunakan produk impor.
“Keunggulan mekanisme kontrak bagi hasil yang berlaku di sektor hulu migas adalah negara masih hadir dalam melakukan kendali terhadap operasi yang dilaksanakan oleh kontraktornya,” kata Amien di acara Indonesia Supply Chain Management (SCM) Summit 2015 di Jakarta, Selasa (14/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) yang dikeluarkan SKK Migas, pelaku industri hulu migas diwajibkan untuk menggunakan dan meningkatkan kapasitas nasional. Ini ditandai oleh adanya kewajiban pelaksanaan pengadaan barang atau jasa di daerah dan ketentuan mengenai konsorsium harus beranggotakan perusahaan dalam negeri.
Mengutip hasil kajian Universitas Indonesia mengenai multiplier effect di kegiatan hulu migas bagi perekonomian nasional, Amin menyebut setiap Rp 1 Miliar yang dibelanjakan oleh sektor hulu migas di dalam negeri akan berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja untuk 10 orang, peningkatan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 700 Juta dan pendapat rumah tangga sebesar Rp 200 Juta.
Menurut data SKK Migas sepanjang 2014 lalu, belanja sektor hulu migas mencapai Rp 209 triliun. Artinya, investasi tersebut menambah kesempatan kerja sebanyak 899.400 orang, meningkatnya produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 86 triliun, dan pendapatan rumah tangga nasional sebesar Rp 23,8 triliun.
"Maka dari itu kami akan terus mendorong kapasitas dalam negeri," tambah Amien.
Sebagai informasi pada 2014 lalu nilai seluruh komitmen pengadaan barang dan jasa industri hulu migas sebesar US$ 17,354 miliar dengan persentase tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 54,15 persen (cost basis).
Sejak tahun 2010, penggunaan TKDN juga melibatkan partisipasi badan usaha milik Negara (BUMN) penyedia barang dan jasa. Sementara pada periode 2010 sampai 2014 nilai pengadaan yang melibatkan BUMN mencapai lebih dari US$ 4,51 miliar dengan TKDN sebesar rata-rata 77,25 persen.
(gen)