Share Swap Mitratel Dinilai Menguntungkan Telkom

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 21 Apr 2015 12:50 WIB
Salah satu rujukan akuisisi menara yang menguntungkan terjadi pada 2012 ketika Tower Bersama membeli 2.500 menara milik Indosat.
Menara base transceiver station
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana tukar guling saham (share swap) antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) atas anak usaha Telkom di bisnis penyediaan menara PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dinilai tidak akan merugikan apabila dilihat secara jangka panjang.

Analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menilai aksi share swap tidak bisa dilihat dalam jangka pendek dan hanya dari satu sisi.

“Bicaranya harus jangka panjang karena bisnis menara itu kontraknya jangka panjang semua, minimal lima hingga 10 tahun. Harus jeli melihat kesana karena kontrak itu berkelanjutan,” ungkap William di Jakarta, Selasa (21/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

William mencontohkan, salah satu rujukan akuisisi menara yang menguntungkan terjadi pada 2012 ketika Tower Bersama membeli 2.500 menara milik Indosat.

“Indosat tak dibayar semuanya tunai, ada juga kepemilikan saham 5 persen di Tower Bersama. Saham itu hanya dipegang dua tahun, setelah itu dijual lagi naiknya berlipat-lipat. Nah kalau ternyata transaksi Telkom-TBIG menghasilkan yang sama, tidak merugikan dong. Apalagi kedua perusahaan ini terus berkembang,” kata William.

Pada saat melepas 5 persen sahamnya di Tower Bersama pada 2014, Indosat menetapkan harga Rp 5.800 per saham dan berhasil meraup dana sekitar Rp 1,39 triliun sebelum komisi dan biaya-biaya. Harga penjualan tersebut lebih tinggi 110 persen dibanding saat Indosat mengantonginya pada 2012 di Rp 2.757 per saham.

Pasar Optimis

Ditambahkannya, pasar masih optimis transaksi antara Telkom dan Tower Bersama bisa terjadi walau batas perjanjian Conditional Purchase Agreement (CSPA) akan habis pada Juni mendatang.

“Belajar dari aksi akuisisi menara Indosat pada 2012, itu kan juga mepet. Sekarang tergantung kedua belah pihak menuntaskan kewajiban masing-masing agar transaksi terealisasi. Soalnya investor melihat kedua perusahaan itu oke kinerjanya, kalau bergabung tentu bagus,” kata William.

Sementara analis dari CLSA Abdullah Hashim dalam kajiannya awal Maret lalu menyarankan Telkom tak melepas transaksi tersebut mengingat kinerja dari Tower Bersama secara operasional menjanjikan di masa depan sehingga operator pelat merah itu bisa ikut menikmati pertumbuhan bisnis menara.

“Jika transaksi itu terjadi, tenancy ratio dari Tower Bersama bisa dobel dalam empat tahun, tetapi jika tidak terjadi, industri masih butuh menara untuk menempatkan BTS sehingga dalam enam tahun tenancy ratio TBIG bisa double digit,” kata Abdullah.

Diperkirakannya, transaksi ini disetujui pemegang saham Telkom karena menguntungkan operator pelat merah itu mengingat valuasi menara dari Mitratel di harga premium dan bisa menikmati gain saham dari Tower Bersama yang akan terus tumbuh.

“Telkom akan kesulitan menaikkan tenancy ratio dari Mitratel jika sendirian, sementara Tower Bersama dapat menaikkan EBITDA-nya 35 persen jika transaksi ini closed,” jelasnya.

Direktur Utama Telkom Alex J. Sinaga pun mengaku transaksi ini sudah sesuai koridor hukum dan transparan.

“Terlalu banyak isu soal transaksi ini, padahal semua berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Kami selalu transparan dengan transaksi ini,” ungkap Alex usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pekan lalu. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER