Sri Mulyani: Cegah Penghindaran Pajak dengan Transparansi

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Minggu, 26 Apr 2015 13:47 WIB
Setidaknya US$ 100 miliar per tahun potensi pajak menguap di negara-negara berkembang akibat transaksi dalam grup perusahaan multinasional.
Managing Director dan Chief Operating Officer World Bank Sri Mulyani Indrawati (tengah). (Dok. World Bank)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lama tak terdengar suaranya, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang kini menjabat sebagai Managing Director and Chief Operating Officer (COO) Bank Dunia kembali mengingatkan akan pentingnya transparansi dilakukan pemerintahan sebuah negara untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak.

Bu Ani, demikian ia biasa disapa, mengatakan bagi negara yang mengandalkan sektor pajak sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan akan menghadapi masalah besar jika para wajib pajak (WP) nya masih sering melakukan penghindaran pajak. Hal tersebut menurutnya menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya penerimaan pajak.

Satu-satunya cara agar bisa menekan perilaku negatif dari WP seperti itu maka pemerintah harus memiliki kebijakan yang transparan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk melawan penghindaran pajak, negara-negara di dunia harus memiliki kebijakan yang transparan, kapasitas administratif untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan, serta kemampuan untuk melakukan pengawasan pajak yang efektif," ujar Sri Mulyani dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Minggu (26/4).

Menurut Sri Mulyani, data dari United Nations Conference on Trade And Development (UNCTAD) menunjukkan lebih dari 60 persen perdagangan global terjadi dalam grup perusahaan multinasional. Hal ini kemudian menciptakan potensi rekayasa laporan keuangan dengan melaporkan keuntungan yang lebih rendah kepada negara sehingga bisa mengalihkan keuntungan dari yurisdiksi pajak-tinggi ke pajak-rendah.

"Tapi kadang, hal ini juga dilakukan melalui bentuk penghindaran pajak legal dan manipulasi. Termasuk perdagangan dan transfer mispricing; pembayaran meragukan antara perusahaan induk dengan anak usahanya, serta mekanisme pemindahan laba yang dirancang untuk menyembunyikan pendapatan," tegas Sri Mulyani.

Kajian UNCTAD terbaru juga mengindikasikan bahwa ada potensi hilangnya pendapatan pajak sekitar US$ 100 miliar per tahun di negara-negara berkembang melalui transaksi suatu perusahaan yang terhubung secara langsung dengan perusahaan induk di luar negeri.

Peringatan dari mantan komandan di Kementerian Keuangan tersebut, ditangkap dengan jelas oleh Direktur Jenderal Pajak yang baru Sigit Priadi Pramudito.

Sigit menuturkan perusahaan-perusahaan asing dan multinasional sepanjang 2014 menyumbang lebih dari 25 persen penerimaan pajak. Dengan sumbangan yang begitu besar, kata Sigit, maka pemodal asing memegang peranan penting bagi pendanaan pembangunan nasional yang diharapkan kontribusinya semakin meningkat.

"Namun demikian, ada juga multinational corporations yang menggunakan skema-skema penghindaran pajak yang merugikan, baik negara asal maupun negara tujuan investasi," ujar Sigit beberapa hari lalu.

Apabila penghindaran pajak terus berlangsung, lanjut Sigit, maka persepsi ketidakadilan berpotensi mengurangi kepatuhan pajak sukarela dari wajib pajak yang lain.

Dia mengharapkan para wajib pajak asing dapat menjadi teladan dalam hal kepatuhan sukarela atas peraturan perpajakan. Di sisi lain, DJP akan terus meningkatkan pelayanan dan pengawasan atas kepatuhan perpajakan dengan dukungan data dan analisis yang solid.

Untuk mencegah dan mengurangi penghindaran pajak, lanjut Sigit, DJP melakukan pengumpulan dan analisis data dan informasi dari berbagai sumber termasuk dari berbagai instansi pemerintah, asosiasi industri serta sumber data lainnya.

"Selain itu, DJP juga secara aktif turut serta dalam skema pertukaran informasi dengan negara-negara lain," katanya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER