Asosiasi Industri Rumput Laut Ketar-Ketir Hadapi MEA

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 04 Mei 2015 14:59 WIB
Industri dalam negeri kesulitan dalam mencari bahan baku karena sebagian besar rumput sawit mentah di ekspor ke Tiongkok dengan harga yang lebih tinggi.
Seorang petani menunjukkan bibit rumput laut jenis Spinosum di lokasi budidaya desa Tablolong, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, NTT, Rabu (1/4). (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kesepakatan kerjasama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memang belum dimulai, namun gaungnya sudah membuat para pelaku industri rumput laut yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (Astruli) ketar-ketir. Asosiasi melihat meskipun MEA belum dimulai, banyak investor asing yang mulai melirik Indonesia dan siap menggusur produksi industri lokal yang terkendala keterbatasan modal.

"Kalau itu terjadi memang dari sisi pemerintah akan sangat bagus karena berarti investor banyak yang masuk ke Indonesia, tapi kami industri dalam negeri jujur ketar-ketir karena akan mendapatkan pesaing yang berat," kata Wakil Ketua Umum Astruli Sasmoyo S. Boesari saat berdialog dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di kantornya, Jakarta, Senin (4/5).

Sasmoyo menilai Indonesia harus mewaspadai Filipina sebagai negara saingan produsen rumput laut terberat bagi Indonesia. Meski Indonesia terkenal sebagai penghasil rumput laut terbesar di dunia, tetapi faktanya industri-industri dalam negeri sulit bersaing mendapatkan bahan baku. Penyebabnya adalah sebesar 70 hingga 80 persen rumput laut mentah diekspor ke Tiongkok dengan harga yang lebih tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami tahu kalau Tiongkok adalah pengimpor rumput laut terbesar di dunia tapi mereka mendapat stimulus dan insentif dari negaranya sekitar 15-35 persen. Sehingga kami di dalam negeri betul-betul harus berjuang keras untuk bersaing mendapatkan bahan baku," katanya.

Hal ini yang menurut Sasmoyo menyulitkan pelaku industri dalam mendapatkan bahan baku untuk diolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah. "Bukan karena tidak ada bahan baku tapi karena kami kalah dalam hal harga," katanya.

Ia sangat berharap pemerintah bisa memberikan insentif agar industri rumput laut di Indonesia bisa berkembang dan tahan dari gempuran pasar Asean.

"Pertanyaannya, kebijakan apa yang akan diberikan oleh pemerintah agar industri ini tidak mati di lumbung padi," katanya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER